Kisruh Pembajakan FTA, Pengamat: Bila Hak Cipta FTA Dilindungi, Iklim Investasi Nyaman
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah harus melindungi hak cipta konten free-to-air (FTA) dari pembajakan. Langkah tersebut penting supaya iklim investasi di Indonesia menjadi kondusif.
Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai, TV kabel dan parabola berlangganan harus meminta hak siar FTA dari pemilik materi siaran, yaitu Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). Penerapan aturan ini bisa mendorong iklim investasi lebih nyaman, khususnya di dunia penyiaran.
"Simbiosis mutualisme ini yang harus dikedepankan," ujarnya di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Menurut Heru, lembaga Penyiaran Berlangganan LPB) harus memiliki izin hak siar FTA dari LPS saat mengoperasikan TV kabel dan parabola. Pasalnya, setiap konten memiliki Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
"Intinya, kalau mau menyiarkan LPS, LPB harus minta izin dengan LPS-nya," ujar Heru.
Kasubdit Pelayanan Hukum Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham, Agung Damarsasongko menegaskan, lembaga penyiaran memiliki hak ekonomi atas karya siaran. Hak ekonomi tersebut berupa memberi izin atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran dan penggandaan fiksasi siaran.
"Setiap orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran," kata Agung.
Anggota Bidang PS2P KPID DKI Jakarta Bambang Pamungkas menegaskan pengaturan hak siar dan hak cipta memiliki korelasi.
"Keduanya memiliki nilai ekonomi, artinya hak siar memiliki nilai kapital atau keuntungan dan hak cipta berkenaan dengan royaliti yang dibayarkan serta asas original," ungkapnya.
Berdasarkan UU 32/2002 Pasal 43 ayat 1 tentang hak siar menyebutkan setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar. hak siar adalah hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program atau acara yang diperoleh secara sah dari pemilik hak cipta atau penciptanya.
Koordinator Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Irsyal Ambiya mengatakan, TV Kabel dan parabola berlangganan harus mendapatkan persetujuan hak siar dari pemilik materi siaran FTA bila akan menayangkan materi siaran FTA. Setiap lembaga penyiaran harus mencantumkan hak siarnya secara jelas.
Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P) KPID DKI Jakarta Tri Andry meminta seluruh materi siaran atau mata program acara wajib memiliki persetujuan hak menyiarkan dari lembaga penyiaran pemilik materi siaran.
"Tidak ada kompromi mengenai hak siar dan hak cipta," ujar Andry.
Artinya, lanjut Andry, setiap lembaga penyiaran harus berkerja sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU 32/2002 tentang Penyiaran. Hak Siar dan Hak Cipta atas suatu mata acara telah dilindungi dalam undang-undang tersebut.
"Yang dimaksud Hak Siar yakni hak yang dimiliki lembaga penyiaran untuk menyiarkan program dan acara tertentu yang diperoleh secara sah yang dimiliki hak cipta atau pencipta," katanya.
Andry menambahkan kloning siaran oleh TV kabel tanpa izin tidak saja melanggar UU, namun sangat merugikan pemilik hak siar tersebut. Pemilik hak siar telah bekerja keras menghasilkan program acara, namun diedarkan seenaknya.
"Seperti kita punya pohon pisang. Kita yang kasih pupuk, menyiram dan merawat, ketika pisang itu berbuah, orang lain yang panen. Setelah dipanen, dibuat pisang goreng dan dijual, marah enggak pemiliknya?," kata Andry.
Editor: Rahmat Fiansyah