Krakatau Steel Masih Rugi Rp1 Triliun Sepanjang 2018
CILEGON, iNews.id - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk masih mencatat kerugian pada tahun lalu sebesar 74,82 juta dolar AS atau sekitar Rp1 triliun. Namun, rugi bersih tersebut turun dibandingkan 2017 sebesar 81,74 juta dolar AS.
Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim mengatakan, penurunan kerugian tersebut disebabkan oleh kenaikan pendapatan perseroan 20 persen menjadi 1,74 miliar dolar AS. Volume penjualan juga meningkat 13 persen menjadi 2,14 juta ton baja.
“Sepanjang tahun 2018 lalu perseroan cukup merasakan kenaikan harga jual produk baja," kata Silmy melalui keterangan tertulis, Senin (1/4/2019).
Mantan Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero) itu menyebut, pasar baja mulai membaik yang ditandai dengan meningkatnya harga. Rata-rata harga jual produk naik 10 persen menjadi 657 dolar AS per ton, CRC naik 6,72 persen menjadi 717 dolar AS per ton, dan wire ron naik 15 persen menjadi 635 dolar AS per ton.
Dia menyebut, penurunan kerugian signifikan terjadi pada performa joint venture Krakatau Steel. Pada 2018, kerugiannya tercatat 5,31 juta dolar AS, padahal tahun 2017 mencapai 41,24 juta dolar AS.
Silmy optimistis dengan kinerja perseroan tahun ini. Kebijakan pemerintah memperpanjang bea masuk anti dumping (BMAD) akan menjadi berkah bagi Krakatau Steel.
BMAD tersebut dikenakan terhadap terhadap produk HRC dari China, India, Rusia, Kazakstan, Belarusia, Taiwan, dan Thailand. Kebijakan itu akan berlaku pada 2 April 2019 hingga lima tahun ke depan.
Selain itu, kata Silmy, pembangunan pabrik hot strip mill tahap kedua juga sudah mencapai 91,52 persen per akhir Desember 2018. Pabrik ini ditargetkan akan rampung pada kuartal II-2019 dan akan menambah kapasitas produksi produk HRC hingga 1,5 juta ton per tahun.
"Sementara proyek Blast Furnace sudah dilakukan penyalaan perdana pada 20 Desember lalu, dan saat ini sedang tahap persiapan uji coba (commissioning)," ujar dia.
Editor: Rahmat Fiansyah