Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Daftar Harga BBM Pertamina 7 November 2025, Lengkap di Seluruh Indonesia
Advertisement . Scroll to see content

Menabur Benih Energi Hijau, Siasat Pertamina Atasi Krisis Udara Bersih di Jabodetabek

Selasa, 17 Oktober 2023 - 14:14:00 WIB
Menabur Benih Energi Hijau, Siasat Pertamina Atasi Krisis Udara Bersih di Jabodetabek
Ilustrasi Pertamina bangun JIGT untuk atasi krisis udara bersis di Jabodebek (IG Pertamina)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - PT Pertamina (Persero) mengumumkan rencana pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal (JIGT), sebuah proyek Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) ramah lingkungan dan modern. Aksi korporasi itu tentu menggembirakan masyarakat di tengah gempuran krisis udara bersih di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek). 

Tak tanggung-tanggung nilai investasi yang dibidik perseroan mencapai 350-550 juta dolar AS atau setara Rp5,3-8,3 triliun untuk tahap pertama pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal. Agar mega proyek energi bersih ini berjalan mulus, Pertamina melalui Subholding Integrated Marine Logistics, PT Pertamina International Shipping (PIS), menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pengendali bisnis pelabuhan, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo. 

Sumber pendanaan proyek diperoleh melalui skema kemitraan (strategic partnership) dengan sejumlah investor. Saat ini proses penjajakan masih dilakukan Pertamina International Shipping dan Pelindo, sehingga belum diketahui investor mana saja yang turut berpartisipasi.

JIGT dibangun di area bebas penduduk atau berada di perairan Kalibaru, Tanjung Priok, Jakarta Utara, kawasan milik Pelindo. Konstruksinya dilakukan secara bertahap dan dimulai pada awal 2025, setelah proses front end engineering design (FEED) dan final investment decision (FID) dirampungkan pada 2024 mendatang. Adapun lokasi pembangunan TBBM sudah direklamasi Pelindo sejak 2019 lalu.

Menurut Kementerian BUMN JIGT akan menjadi katalisator atas perbaikan udara di Jakarta dan daerah penyangga Ibu Kota, kawasan sentral Indonesia yang kini dihantam polusi. Sebab itu, proyek prestisius ini diperhitungkan lantaran memperkuat pasokan bahan bakar rendah karbon di Jabodetabek. 

"Semoga ini menjadi awal yang baik untuk menjadikan JIGT global benchmark pelabuhan pertama Indonesia di green terminal, tapi juga menjadi katalis untuk menjadikan Jakarta yang lebih ramah lingkungan," ujar Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. 

Keberadaannya pun diyakini bisa mereduksi emisi dari kendaraan berbahan bakar fosil yang disinyalir menjadi penyebab utama polutan. Memang, di Jabodetabek polusi udara tengah berkecamuk. Pencemaran udara ini telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan, bahkan termasuk dalam salah satu kondisi paling buruk di dunia.

Kendaraan berbahan bakar minyak konvensional menjadi kontributor besar polusi udara, selain sektor industri. Tercatat, jumlah kendaraan pribadi berbasis BBM fosil mencapai 21,8 unit pada akhir 2022. Data ini tercatat dalam laporan statistik Indonesia 2023 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut laporan tersebut, selama periode 2020-2022 jumlah mobil penumpang di Jakarta bertambah 1,6 jutaan unit. 
 
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sumbangsi sektor transportasi darat berbahan bakar fosil terhadap polusi udara di Jakarta mencapai 44 persen, diikuti industri energi 31 persen, manufaktur industri 10 persen, perumahan 14 persen, lalu komersial 1 persen. 

Di sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar diberikan oleh kendaraan dengan persentase 96,36 persen atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76 persen atau setara 5.252 ton per tahun, dan industri 1,25 persen atau setara 3.738 ton per tahun.

Pemerintah melalui perusahaan pelat merah dipandang perlu mengambil langkah agresif untuk menanggulangi polusi udara di Jabodetabek. Dalam konteks di masa transisi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060, kebijakan pembatasan kuota BBM bersubsidi untuk jenis Pertalite dan Solar diharuskan karena menyumbang emisi karbon monoksida yang cukup tinggi. 

Strategi JIGT Perangi Polusi di Jabodetabek

Tiko, sapaan akrab Kartika mengatakan, Jakarta Integrated Green Terminal merupakan infrastruktur BBM yang sangat strategis untuk pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) ke depan. Di sisi kapasitas, JIGT tiga kali lebih besar dari Terminal Bahan Bakar Minyak di Plumpang, Jakarta Utara, karena memiliki daya tampung mencapai 6,3 juta barel. Jumlah itu memungkinkan Pertamina bisa memenuhi pasar bahan bakar rendah karbon dan secara perlahan menggantikan konsumsi BBM fosil di masa mendatang. 

Kemampuan produksi dan penampungan JIGT ikut memperkuat posisi TBBM Plumpang, tulang punggung infrastruktur BBM di Jawa bagian barat saat ini. Namun berbeda dengan TBBM Plumpang yang didominasi sumber energi fosil, Jakarta Integrated Green Terminal mengutamakan BBM hijau sebagai produk unggulan, di samping dikelola secara ramah lingkungan pula. 

Pada tahap awal, JIGT dapat menampung 4,4 juta barel bahan bakar green dan sebagian kecilnya merupakan BBM konvensional. Namun, jumlahnya terus diperluas hingga 6,3 juta barel. 

Tiko menyebut JIGT akan memproduksi dan menampung Gas Alam Cair (LNG), Fatty Acid Methyl Esters (FAME), Used Cooking Oil (UCO), Hydrogen, Ammonia, dan Petrokimia. Inilah jenis-jenis sumber energi bersih yang paling akseleratif untuk mengejar target renewable energy atau energi baru terbarukan di dalam negeri. 

Di samping itu, beberapa jenis energi konvensional juga masih dimanfaatkan Pertamina sebagai sumber energi sementara karena Indonesia dalam masa transisi. Bagi pemerintah, selama transisi menuju NZE pada 2060 atau lebih cepat, minyak dan gas memainkan peran penting untuk mengamankan pasokan energi nasional, khususnya di bidang transportasi dan pembangkit listrik.

“Ini (JIGT) akan multi product karena mencakup (BBM) konvensional dan green product mulai dari Gasoline, Fuel Oil yang standar, kemudian masuk kepada Biodiesel, FAME, LPG, LNG, Ammonia, Using Cooking Oil atau UCO, dan Hydrogen Fuel dan akan dibangun secara modular,” ujar dia. 

Untuk melayani energi bersih di Jabodetabek, kata Tiko, Pertamina meningkatkan kapasitas pencampuran (blending) dan tangki minyak di Jakarta Integrated Green Terminal. Setelah itu akan didistribusikan ke pasaran. Menurutnya, langkah ini berupa layanan dasar yang dilakukan BUMN minyak dan gas bumi (migas) untuk mencapai target netral karbon di waktu mendatang.  

TBBM baru milik perusahaan migas negara beroperasi secara bertahap. Fase pertama atau periode 2027-2035, Pertamina membangun dan mengoperasikan storage BBM, fase kedua difokuskan pada storage LNG, FAME, dan UCO yang direalisasikan pada 2035-2040, pada fase ketiga atau 2040 dibangun storage Hidrogen

“Transisi energi tadi jadi kunci bahwa Pertamina harus menyiapkan, kita tahu kebutuhan green energy yang lebih ramah lingkungan untuk Jabodetabek. Selama beberapa hari terakhir atau berapa minggu terakhir banyak kita bicarakan mengenai polusi udara di Jakarta, tentunya ada salah satu langkah awal bagaimana Pertamina menyediakan biofuel yang bisa menurunkan emisi di Jabodetabek,” ucapnya. 

Tak hanya itu, JIGT nantinya menjadi gerbang perdagangan energi melalui koridor Singapura-Indonesia yang memiliki porsi 30-35 persen dari alur perdagangan global untuk minyak dan LNG. 

Senada, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati memastikan, rancangan JIGT tidak hanya mengantisipasi tren peningkatan kebutuhan energi bersih, namun juga mendorong pertumbuhan makro ekonomi nasional.

Menurutnya, JIGT dibangun lebih modern, ramah lingkungan, dan tercanggih di Indonesia. Terminal ini nantinya dirancang sesuai dengan tren transisi energi dan pengembangan bisnis energi hijau masa depan Pertamina, selain menjadi terminal energi dengan standar operasional terbaik.

“JIGT juga dirancang untuk mengantisipasi tren peningkatan kebutuhan energi yang sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuh Nicke

Bukan kali pertama Pertamina merealisasikan komitmennya mendukung program pemerintah untuk mencapai netral karbon atau net zero emissions. Pembangunan JIGT hanyalah tindaklanjut atau salah satu dari berbagai aksi korporasi yang dituangkan dalam peta jalan perusahaan ihwal transisi dan ketahanan energi nasional. 

Nicke merinci ada sejumlah strategi perseroan untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat diantaranya, menggunakan teknologi Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS), efisiensi kilang dan blok migas, menjalankan program Langit Biru dengan menyediakan produk BBM yang ramah lingkungan, termasuk pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). 

Bahkan, dalam jangka panjang Pertamina mengalokasikan sekitar 60-65 persen dari total investasinya untuk mengembangkan LNG di sektor hulu. Selain itu, menggunakan 15 persen capital expenditure (capex) untuk mengembangkan bisnis panas bumi, energi surya, dan angin.
 
“Tujuan utama kami adalah mencapai keamanan dan kemandirian energi. Penting untuk dicatat bahwa meskipun kami terus mengoperasikan aset minyak dan gas kami, namun kami melakukannya dengan lebih sadar terhadap lingkungan melalui operasional bisnis yang berkelanjutan,” tuturnya. 
 
Pertamina telah memulai beberapa upaya dekarbonisasi untuk mengurangi emisi dari aset bisnis yang ada dan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 31 persen. Berkat upaya tersebut, Pertamina berada di peringkat kedua secara global dalam sub-sektor minyak dan gas terintegrasi dalam hal kinerja ESG.

Adapun, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050. Sementara, penurunan emisi sebesar 29 persen pada 2030.

Optimalisasi Produk Energi Bersih

Mengukir strategi JIGT, Pengamat Ekonomi Energi sekaligus Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Fahmy Radhi mengatakan, kapasitas tampung JIGT sebesar 6,3 juta barel cukup memenuhi kebutuhan BBM green di Jabodetabek. Jumlah itu mampu menekan volume polusi udara di Jabodetabek. 

Fahmy menilai bila terminal baru Pertamina serupa dengan TBBM Plumpang, maka target penanganan polusi menjadi lamban karena didominasi BBM fosil. Sebaliknya, JIGT digunakan untuk memfasilitasi produk energi hijau, maka krisis udara bisa diselesaikan.  

"Kalau kapasitasnya saya kira cukup memenuhi gitu ya, kemampuan Pertamina untuk memproduksi sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan kemudian menggantikan gasoline, menggantikan pertalite, menggantikan solar itu baru itu bisa" tutur Fahmy kepada iNews.id 

Jakarta Integrated Green Terminal, katanya, juga bisa disulap menjadi fasilitas serupa kilang yang berfokus pada produksi bahan bakar green. Pandangan ini didasarkan pada hitungan produksi dan pemanfaatan bahan bakar rendah karbon di dalam negeri yang belum maksimal. Sekalipun Pertamina sudah mengambil langkah konkrit dengan mensuplai berbagai sumber energi ramah lingkungan, tak dipungkiri saat ini perseroan belum mendesain kilang minyak yang secara 100 persen memproduksi BBM hijau. 

"Di tempat itu (JIGT) tidak hanya sebagai tempat penyimpanan, tetapi di situ digunakan juga sebagai fasilitas untuk jadi seperti kilang minyak gitu, tetapi kilang tadi menghasilkan green energy tadi," tuturnya. 

Pengamat energi itu mencontohkan Pertamina telah berhasil mensuplai sumber energi hijau, salah satunya dengan menjual bioenergi yang berasal dari bahan baku organik, Biodiesel 35 persen (B35). BBM ini merupakan campuran bahan bakar nabati berbasis CPO atau sawit, yaitu FAME, dengan kadar 35 persen, sementara 65 persen lainnya adalah solar. 

Fahmy menilai ideal untuk menekan emisi karbon dengan meningkatkan kadar B35 menjadi B100 atau Biodiesel murni oleh Pertamina selaku pelaksana mandatori. Hanya saja, argumentasi pemanfaatan B100 perlu mempertimbngkan harga jual dan daya beli masyarakat, apalagi pelaksanaan B35 saat ini masih bergantung pada insentif pemerintah. 

"Kalau Biodiesel itu porsinya masih kecil karena Pertamini sendiri masih di B35, belum sampai di B100 persen (Biodiesel murni)," lanjut dia. 

Sumber energi bersih lain yang belum memadai yang juga disinggung adalah Amonia dan Hidrogen karena keterbatasan infrastruktur pendukung. Padahal kedua bahan kimia itu menjadi sumber utama dekarbonisasi. Fahmy mencatat kapasitas Amonia dari campuran BBM fosil masih sangat rendah, bahkan Indonesia masih cenderung mengimpor. 

Meski demikian, Pertamina melalui beberapa entitas bisnisnya sudah melakukan penjajakan dengan mitra strategis untuk mengembangkan Hidrogen hijau dan Amonia hijau. Misalnya, PT Pertamina Power Indonesia (NRE) yang menggandeng perusahaan energi asal Jepang, Tokyo Electric Power Company Holdings, Incorporated (TEPCO HD) 

Keduanya menyepakati kerja sama pelaksanaan survey verifikasi, seleksi bersama atas area produksi hidrogen, identifikasi segmen pasar, pengembangan pasar di Indonesia. Ke depan, kedua entitas juga akan mengembangkan Hidrogen hijau dengan biaya yang efisien, produksi, transportasi dan teknologi Amonia. Dalam tahapan komersialisasinya, prioritas target yang disasar oleh keduanya adalah pasar domestik, dan dalam jangka menengah hingga panjang akan menyasar pasar ekspor ke Jepang dan negara lain.

Selain itu, holding melalui PT Kilang Pertamina Internasional menggandeng
BP Berau Ltd, operator Kontraktor Kontrak Kerja sama Bagi Hasil (PSC) mendukung studi yang akan dilakukan Pertamina mengenai potensi pasokan gas dan injeksi CO2 di Tangguh terkait dengan potensi pengembangan Amonia Biru di Teluk Bintuni, Papua Barat.

"Jadi maksud saya dalam perencanaan itu tidak hanya sebagai penyimpanan BBM, tetapi gunakan sebagai fasilitas semacam kilang yang justru menghasilkan 100 persen Biodiesel gitu, jadi di olah di situ, disimpan di situ, kemudian itu dikhususkan menggantikan Solar, kemudian di fasilitas yang lain menghasilkan Gasolin yang green energy menggantikan Pertalite, menggantikan Pertamax, itu baru memberikan dampak positif terhadap polusi udara," kata Fahmy.

Editor: Puti Aini Yasmin

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut