Mentan Sebut Harga Mi Instan Akan Naik 3 Kali Lipat Gara-gara Perang Rusia-Ukraina
JAKARTA, iNews.id - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, akan ada dampak perang Rusia-Ukraina terhadap rantai pasok bahan makanan yang tersendat ke Indonesia. Ketergantungan impor komoditas dari dua negara itu seperti gandum juga akan mengerek kenaikan harga produk mi instan.
Mentan menjelaskan, pasokan gandum Ukraina yang menjadi bahan baku pembuatan mi instan saat ini mengalami masalah. Bahkan ada sekitar 180 juta ton gandum di Ukraina tidak bisa keluar dari negara tersebut.
"Jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya 3 kali lipat itu. Maafkan saya, saya bicara ekstrem saja ini," kata dia, Senin (8/8/2022).
Mentan menjelaskan, ketersediaan gandum dunia sebetulnya ada. Namun konflik global membuat masalah pada rantai pasok bakal membuat harga gandum menjadi mahal.
"Ada gandumnya, tetapi harganya akan mahal banget. Sementara kita impor terus ini. Kalau saya jelas tidak setuju, apa pun kita makan saja, seperti singkong, sorgum, sagu," tutur Mentan.
Menurutnya, hal ini memang bukan tantangan yang ringan, sehingga pemerintah daerah perlu menguatkan produktivitas pertanian. Itu perlu dilakukan supaya dampaknya tidak terlalu parah.
Bukan hanya Gandum, masalah lain yang datang akibat konflik global tersebut adalah tersendatnya pasokan pupuk ke Indonesia. Saat ini, Indonesia juga menjadi importir pupuk dari Rusia maupun Ukraina.
"Di Ukraina dan Rusia juga pemasok pupuk terbesar dunia karena ada posfat, kalium yang terbesar, dan harga naiknya pupuk di dunia 3 sampai 5 kali lipat dari harga sekarang karena persolan konektivitas yang tidak tidak berjalan normal," ucap Mentan.
Untuk masalah ini, Mentan meminta petani maupun akademisi untuk memanfaatkan pupuk organik. Pasalnya, adanya konflik tersebut bakal membuat harga pupuk menjadi mahal, sehingga pemerintah bakal mengurangi pupuk subsidi.
"Kalau tunggu pupuk subsidi pasti tidak bisa itu, kita adaptasi dengan cara kita, banyak orang yang sukses tanpa menggunakan pupuk subsidi," ucapnya.
"Semua kearifan lokal, misalnya air dicampur terasi, dicampur doa ternyata hasilnya bagus, kita coba pikir seperti itu, saya berharap cara memupuk harus kita perbaiki, harus bisa, jangan tunggu pupuk turun, yang ada di dunia adalah krisis pupuk," imbuh dia.
Editor: Jujuk Ernawati