Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Bertemu Presiden Prabowo, Dirut KAI Lapor Kesiapan Operasional Kereta Khusus Petani dan Pedagang
Advertisement . Scroll to see content

Pedagang Makanan Pilih Naikkan Harga dan Kurangi Porsi di Tengah Mahalnya Sembako

Rabu, 19 Januari 2022 - 16:44:00 WIB
Pedagang Makanan Pilih Naikkan Harga dan Kurangi Porsi di Tengah Mahalnya Sembako
Mahalnya harga sembako beberapa waktu lalu ditanggapi dengan berbagai cara oleh pedagang makanan, seperti menaikkan harga dan mengurangi porsi makanan. (foto: Ilustrasi/dok. iNews.id)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Mahalnya harga sembako yang terjadi beberapa waktu lalu ditanggapi dengan berbagai cara oleh pedagang makanan. Beberapa cara yang dilakukan pedagang yaitu dengan menaikkan harga hingga mengurangi porsi makanan.

Salah satu pedagang warung makan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Tuti (36) menuturkan, cara ini dipilih untuk meminimalisir operasional barang agar tidak membengkak.

Dia menyebut, rentetan kenaikan harga yang terjadi dalam sebulan terakhir telah membuat dirinya kesulitan berjualan. Bahkan, operasional warungnya membengkak seiring meningkatnya modal harian.

"Mau bagaimana, kalo kita pakai harga normal, bisa rugi kita," ujar Tuti, Rabu (19/1/2022).

Tuti mengaku selama pandemi Covid-19 jumlah pelanggannya mulai berkurang. Dengan penerapan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah yang diterapkan sejumlah kantor membuat mereka tak lagi makan di warungnya.

Bahkan beberapa diantaranya ada yang membawa bekal dari rumah. Ini terlihat dari beberapa pelanggannya yang kemudian hanya membeli minuman saat makan bersama beberapa temannya di warungnya.

Hal ini termasuk ketika harga telur merangkak naik, Tuti mengakui dirinya sempat kebingungan, terlebih kala itu harga telor nyaris serupa dengan harga ayam potong yang berkisar Rp30.000. Saat itu, Tuti terpaksa menaikan tarif porsi per makannya. 

Jika biasanya makan dengan telur dadar plus sayur hanya Rp10.000, Tuti kala itu terpaksa menaikkan harga menjadi Rp15.000 hingga Rp17.000 untuk satu porsi serupa. Ditambah dengan es teh manis, harganya satu porsi makan Tuti menjadi Rp20.000. 

Meski demikian, dia mengakui hal itu tak mempengaruhi minat pelangganya menyantap makanan di warungnya. "Semua pelanggan sini bilang telur dadar saya beda, tau dah bedanya apa," ucap Tuti. 

Ayam geprek tak pedas

Selain meningkatnya harga telur dan daging ayam, kenaikan harga cabai beberapa waktu lalu membuat beberapa pedagang ayam geprek mengurangi rasa pedasnya. Jika biasanya untuk satu pembuatan sambel membutuhkan lebih dari 30 butir cabai, namun kali ini hanya 20-an. 

"Supaya kita tak merugi mas," kata Ardi, pedagang ayam geprek di kawasan Kebon Jeruk. 

Ardi yang telah berjualan ayam geprek selama delapan tahun ini menuturkan, dibanding kenaikan harga telur, porsi makannya akan berubah saat harga sayuran, beras, dan ayam yang naik. Hal ini dikarenakan kebutuhan itu jauh lebih penting dibandingkan lainnya. 

"Apalagi ayam kalo udah naik, mau tak mau kita naikin harga. Tapi untungnya harga ayam cenderung stabil," tuturnya. 

Sebagai solusi meningkatnya sejumlah harga barang, Ardi kemudian menambahkan porsi sambal sebagai salah satu menu makannya. Tak hanya sambal matang, sambel matah, hingga sambel buah seperti mangga dan nanas dia kolaborasikan dengan cabai yang diuleg.

"Selain menjadi solusi, itu juga menjadi pilihan pelanggan," ujarnya.

Selain itu, demi meminimalisir operasional yang ad, dia bersama para pelanggan ayam geprek lainnya juga kemudian membeli cabai dengan jumlah banyak, sehingga mampu menekan bujet.

Editor: Aditya Pratama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut