Pemerintah Prancis Angkat Tangan Jika Air France Bangkrut
PARIS, iNews.id – Maskapai penerbangan nasional terbesar di Prancis, Air France tengah menghadapi krisis setelah pilot dan karyawan melakukan aksi mogok kerja.
Dilansir Reuters, pemerintah Prancis menegaskan tidak akan mengintervensi Air France sekaligus mengkritik maskapai tersebut tidak membuat upaya yang memadai untuk tetap kompetitif di dunia penerbangan.
“Jika Air France tidak berusaha menjadi lebih kompetitif dan mendorong maskapai ke level yang sama dengan Lufthansa dan maskapai lain, Air France bisa menghilang,” kata Bruno Le Maire, Menteri Keuangan Prancis, dikutip Minggu (6/5/2018). Lufthansa merupakan maskapai terbesar di Eropa asal Jerman.
Pemerintah Prancis diketahui memiliki 14 persen saham di perusahaan itu. Maskapai kebanggaan warga Prancis itu tengah mengalami krisis setelah Direktur Utama Jean-Marc Janaillac mengundurkan diri karena tak menemui titik kesepakatan dengan para pekerja soal gaji pekerja.
Para pekerja menuntut kenaikan gaji 6 persen setelah tidak naik selama bertahun-tahun sementara perusahaan hanya menyanggupi kenaikan gaji 1 persen. Manajemen beralasan program restrukturisasi bisa gagal jika gaji dinaikkan lebih dari 1 persen. Akibat tuntutan tidak dipenuhi, mereka mogok kerja sejak Februari 2018.
Puncaknya pada awal April, sekitar 30 persen penerbangan Air France, baik rute domestik maupun internasional dibatalkan. Pembatalan paling banyak terjadi di Bandara Charles de Gaulle dan Orby di Paris, Prancis. Padahal, para penumpang sudah memesan tiket untuk berlibur saat musim semi.
Akibat aksi ini, Air France dilaporkan rugi hingga 300 juta euro. Meski begitu, Le Maire mengatakan, pemerintah Prancis tidak akan memberikan suntikan dana jika Air France rugi.
Le Maire memprediksi, aksi mogok kerja karyawan Air France, beserta rentetan aksi serupa di negara tersebut berdampak negatif terhadap produk domestik bruto (PDB) Prancis hingga 0,1 persen. Pada tahun lalu, ekonomi negara yang dipimpin oleh Emmanuel Macron itu tumbuh 1,9 persen.
Editor: Rahmat Fiansyah