Pemerintah Tahan Harga Pertalite, Pengamat: Sudah Tepat Kendalikan Inflasi
JAKARTA, iNews.id - Kebijakan pemerintah untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dinilai tepat untuk mengendalikan inflasi terkait kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
Direktur of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan jika harga Pertalite naik, maka akan mempengaruhi biaya lainnya. Pasalnya, konsummsi Pertalite mencapai 50 persen dari total konsumsi BBM nasional.
"Langkah pemerintah untuk menahan harga BBM Pertalite sudah tepat, mengingat saat ini hal yang paling mendesak selain mengendalikan harga komoditas pangan adalah BBM," kata Bhima, kepada MNC Portal Indonesia, Senin (14/3/2022).
Menurut dia, kenaikan BBM Pertalite dapat memberi miltiplier effect, misalnya memicu kenaikkan harga transportasi juga distribusi logistik. Dengan kondisi harga pangan yang sedang tinggi saat ini, kenaikan BBM akan menyeret kenaikan harga panggan yang semakin tinggi, bahkan meluas ke kebutuhan pokok lainnya.
"Makanya untuk menjaga stabilitas harga energi yang nantinya mempengaruhi biaya distribusi, pemerintah perlu terus menahan harga Pertalite, karena Konsumsi Pertalite kan mencapai 50 persen dari total konsumsi BBM nasional," ujar Bhima.
Sebagai langkah untuk mengendalikan inflasi, lanjutnya, pemerintah bisa menambah dana kompensasi BBM ke Pertamina. Dana kompensasi tersebut bisa didapat dari naiknya harga komoditas energi dunia.
"Untuk BBM jenis non-subsidi seperti Pertalite tinggal alokasikan saja dana kompensasi melalui skema APBN. Dana kompensasi didapatkan dari windfall atau keuntungan booming harga komoditas," ungkap Bhima.
Sejauh ini, lajutnya, ketika harga minyak mentah mencapai diatas 127 USD per barel maka ada tambahan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan Pendapatan Negara Bukan pajak (PNBP) sebesar Rp192 Triliun.
"Itu pendapatan kan langsung naik, jadi APBN punya ruang untuk tahan kenaikan harga Pertalite. Bahkan Pertamax juga bisa ditahan kenaikan harganya, meski harga minyak mentah sedang liar," tutur Bhima.
Dia menammbahkan, harga keekonomian Pertalite estimasinya diatas Rp11.500 per liternya. Jadi kalau dijual Rp7.650 per liter maka Pertamina harus menanggung selisih Rp3.850 per liternya.
Menurut Direktur Celios ini, walaupun pemerintah merasa kesulitan menambal selisih harga keekonomian dan harga jual BBM, bisa dilakukan realokasi dari dana infrastruktur.
"Antara pembangunan IKN dan jaga stabilitas harga di masyarakat pastinya lebih prioritas jaga stabilitas harga," kata Bhima.
Editor: Jeanny Aipassa