Pengadilan Beri Kesempatan Terakhir untuk Evergrande Setujui Kesepakatan Utang
HONG KONG, iNews.id - Seorang hakim Pengadilan Tinggi Hong Kong memberikan kesempatan terakhir kepada raksasa properti China, Evergrande untuk membuat kesepakatan baru atas utangnya yang menggunung atau menghadapi likuidasi. Sidang penutupan, yang awalnya dijadwalkan pada hari Senin ditunda hingga 4 Desember mendatang.
Mengutip BBC, Hakim Linda Chan mengatakan, persidangan tersebut akan menjadi sidang terakhir sebelum keputusan diambil. Evergrande merupakan pengembang properti yang paling banyak berutang di dunia dengan total kewajiban lebih dari 325 miliar dolar AS.
Perusahaan ini gagal membayar utangnya dua tahun lalu dan telah menyusun rencana pembayaran baru sejak saat itu.
Hakim menyebut, Evergrande harus mengajukan proposal yang konkret. Jika tidakm maka kemungkinan besar perusahaan tersebut akan dibubarkan. Menurutnya, seorang likuidator masih bisa bernegosiasi dengan kreditur.
Kasus tersebut berawal diajukan oleh Top Shine Global, investor di unit Evergrande Fangchebao, pada Juni 2022. Evergrande disebut tidak menepati perjanjian untuk membeli kembali saham yang telah dibeli investor dalam bisnis tersebut.
Rencana Evergrande untuk menyusun ulang perjanjiannya dengan kreditur mendapat pukulan besar bulan lalu ketika perusahaan tersebut mengonfirmasi bahwa Pendiri Evergrande Hui Ka Yan dan salah satu anak perusahaan utamanya sedang diselidiki atas dugaan kegiatan kriminal.
Perusahaan juga mengatakan bahwa pihaknya dilarang oleh regulator China untuk menerbitkan obligasi dolar baru. Padahal, ini merupakan bagian penting dari rencana restrukturisasi utang. Selain itu, perusahaan juga membatalkan pemungutan suara yang direncanakan oleh para kreditur mengenai rencana restrukturisasi, yang semula dijadwalkan pada akhir bulan lalu.
Sebagian besar utang Evergrande berasal dari warga China, banyak di antaranya adalah warga negara biasa yang rumahnya belum selesai dibangun. Ketika perusahaan tersebut gagal membayar utangnya yang besar pada tahun 2021, hal ini menimbulkan kejutan di pasar keuangan global karena sektor properti menyumbang sekitar seperempat perekonomian China.
Beberapa perusahaan real estate besar lainnya di negara tersebut telah mengalami gagal bayar selama setahun terakhir dan banyak yang kesulitan mendapatkan uang untuk menyelesaikan pembangunan.
Evergrande sekarang memiliki waktu lima minggu untuk membuat rencana pembayaran kembali yang disetujui oleh para krediturnya. Namun, hal ini gagal dilakukan dalam dua tahun terakhir.
Hingga saat ini, kelangsungan hidup perusahaan ini sebagian besar bergantung pada kenyataan bahwa sebagian besar utangnya berasal dari pemberi pinjaman di China, yang memiliki jalur hukum terbatas untuk mendapatkan kembali uang mereka.
Sebaliknya, kreditur di luar China daratan berhak mengajukan tuntutan hukum terhadap perusahaan tersebut. Hal inilah yang dilakukan Top Shine sekaligus yang bisa memicu perintah likuidasi pengadilan.
Editor: Aditya Pratama