Pengakuan Hari Darmawan Soal Matahari Dibeli Lippo Group
JAKARTA, iNews.id – Pendiri Matahari Department Store, Hari Darmawan dikenal sebagai raja ritel. Banyak yang bertanya mengapa perusahaan yang ia dirikan pada tahun 1958 itu dikuasai sepenuhnya oleh Grup Lippo sementara dia dan keluarganya sekarang sama sekali tidak memiliki saham di perusahaan yang sudah menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT Matahari Putra Prima Tbk (IDX: MPPA) melantai di pasar modal pada tanggal 21 Desember 1992 lewat skema backdoor listing. Sekitar empat tahun kemudian, Grup Lippo yang didirikan Mochtar Riady membeli saham milik Hari Darmawan lewat stock swap (penukaran saham) dengan saham perusahaan lain miliki Grup Lippo.
Dalam pengakuannya yang dikutip dari buku berjudul Filosofi Bisnis Matahari terbitan Kompas Gramedia Group tahun 2017 yang ditulis Kristin Samah dan Sigit Triyono, Hari Darmawan mengatakan, sejumlah alasan mengapa operasional Matahari berada di tangan lain.
“Saya ingin berterus terang dan jujur tentang apa yang sesungguhnya terjadi supaya semuanya jelas, meskipun itu sudah menjadi masa lalu,” kata dia, dikutip Minggu (11/3/2018).
Hari Darmawan mengatakan, alasan utama dia tidak lagi mengendalikan Matahari karena pada 1997, istrinya, Anna Yanti tiba-tiba terserang sakit keras dan kritis yang membutuhkan perawatan sangat khusus selama bertahun-tahun. Dia pun mengaku harus mendampingi pengobatan istrinya, termasuk di Singapura.
Belakangan, tutur Hari Darmawan, Anna didiagnosa memiliki tiga penyakit yang sangat parah yaitu gangguan psikopati, saraf, dan pengeroposan tulang, yang hingga kini belum sembuh.
“Saya tidak tahu apa penyebab dari semua ini. Sitasi yang sungguh sangat berat bagi saya dan keluarga,” katanya.
Alasan kedua, kata Hari Darmawan, adalah anak bungsunya Norman juga sakit epilepsi, sering mengalami kejang-kejang, dan histeris. Kondisi istri dan anaknya membuat Hari Darmawan menyita seluruh energi kehidupannya sehingga sulit baginya mengendalikan bisnisnya secara langsung di Jakarta.
Alasan ketiga adalah awal tahun 1998 kondisi politik Indonesia tidak stabil dan mengganggu bisnis ritel. Dia mengatakan, jalur distribusi dari pusat logistik ke toko-toko Matahari terganggu sangat serius. Selain itu, tujuh toko besar Matahari dibakar massa dan perusahaan rugi besar. Hal itu membuat dirinya mengambil langkah untuk menyelematkan perusahaan.
“Saya memiliki pilihan untuk melakukan stock swap dengan Pak James Riady dari Lippo Group. Stock swap adalah win-win solution untuk tetap mempertahankan hidup Matahari bersama puluhan ribu karyawan dan ribuan pemasoknya,” ujar Hari Darmawan.
Isu dirinya dipecundangi Grup Lippo juga ditepis Hari Darmawan. Dalam sebuah wawancara dengan Majalah Fortune edisi Mei 2011, dia mengaku kesepakatan dirinya dengan James tidak atas dasar paksaan.
“Saya yang menawarkan kepada dia. Ini keinginan dua belah pihak yang menghasilkan sebuah good deal,” katanya dalam wawancara itu.
Hari Darmawan juga mengaku tidak menyesal melepas Matahari, terlebih ketika mengetahui bisnis Matahari terus berkembang. “Berarti visi saya kuat,” katanya.
Namun, dalam sebuah catatan yang ditulis oleh seorang manajer Bank BCA, Timoteus Talip dalam buku Curhatan Kala Hidup Jadi Bermakna yang rilis pada 2012, Timoteus mempertanyakan apa benar raja ritel ini benar-benar merelakan kerajaan bisnisnya dikuasai orang lain.
Timoteus mengatakan, Hari Darmawan selalu mengatakan, 'the show must go on' saat ditanya soal lepasnya Matahari ke genggaman Grup Lippo. Tapi, kata dia, dari sorot matanya tersembunyi rasa khawatir dengan masa depan Matahari.
“Sebagai owner leader, saya membangun Matahari seperti anak sendiri. Saya buat Matahari menjadi besar, nice and excellent. Bila anak sudah besar, kita titipkan mereka pada pembantu, belum tentu pembantu kita baik terhadap anak kita,” kata Timoteus menirukan analogi Hari Darmawan.
Kendati masih menyisakan tanya, kini Hari Darmawan telah berpulang. Jasadnya ditemukan tewas secara tragis di Sungai Ciliwung, Cisarua, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu (10/3/2018). Jenazah Hari Darmawan akan dikremasi di Bali.
Editor: Rahmat Fiansyah