Penjualan Nikel Melejit, PAM Mineral Raup Laba Bersih Rp401,66 Miliar hingga Kuartal III 2025
JAKARTA, iNews.id - Emiten pertambangan nikel, PT PAM Mineral Tbk (NICL) membukukan laba neto periode berjalan sebesar Rp401,66 miliar pada kuartal III 2025. Angka tersebut meningkat 131,28 persen dari periode sebelumnya mencapai Rp173,66 miliar.
Penjualan NICL menyentuh Rp1,35 triliun, naik 64,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp821 miliar. Peningkatan pada nilai penjualan ditopang dengan kenaikan volume penjualan nikel dari 1.273.855,62 mt menjadi 2.404.590,63 mt.
Penjualan yang diiringi dengan efisiensi biaya, laba kotor Perseroan juga meningkat tajam dari Rp293,80 miliar pada kuartal III tahun 2024 menjadi Rp600,92 miliar. Hal ini mencerminkan peningkatan yang signifikan sebesar 104,53 persen secara tahunan. Seiring peningkatan laba kotor, marjin laba kotor juga mengalami peningkatan dari 35,77 persen melesat menjadi 44,39 persen.
Direktur Utama PAM Mineral, Ruddy Tjanaka menjelaskan, sejak akhir tahun 2024, harga acuan nikel domestik mengalami penurunan sebesar 5,20 persen, sejalan dengan tren global dan euforia industri baterai kendaraan listrik yang cenderung fluktuatif. Pihaknya melihat bahwa penurunan harga nikel tersebut merupakan koreksi positif dan sudah diprediksi oleh perseroan.
"Perseroan sudah menyiapkan langkah antisipatif sejak awal tahun, tercermin dengan kinerja operasional dan keuangan Perseroan yang bertumbuh pada kuartal III tahun 2025. Kami meyakini penurunan harga ini merupakan fluktuasi jangka pendek dan Perseroan berkomitmen untuk tetap adaptif terhadap situasi terkini guna mempersiapkan juga mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi.” kata Ruddy dalam keterangannya, Senin (3/11/2025).
Namun, terjadi penurunan pada aset perseroan hingga kuartal III 2025 menjadi Rp971,88 triliun atau turun sekitar 7,45 persen dibandingkan dengan aset pada 2024 sebesar Rp1,05 triliun. Perseroan juga mencatatkan penurunan liabilitas, di mana pada periode September 2025 perseroan tercatat sebesar Rp138,60 miliar disebabkan pembayaran utang pada periode tersebut.
Perseroan juga tidak memiliki utang bank jangka panjang. Di sisi lain, total ekuitas perseroan mengalami sedikit penurunan dari Rp878,18 miliar menjadi Rp833,27 miliar pada kuartal III 2025.
“Meskipun perseroan tetap mampu menunjukkan kinerja operasional dan finansial yang memuaskan pada kuartal III 2025 namun hal tersebut belum mencapai ekspektasi perseroan. Dikarenakan RKAB Perseroan yang saat ini masih dalam proses pengajuan, sehingga hal itu menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Perseroan tahun ini,” katanya.
Perseroan memperkirakan pada kuartal IV tahun 2025 ini, harga nikel masih bergerak fluktuatif imbas dari kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat yang masih menghantui stimulus ekonomi global ditambah dengan adanya kelebihan pasokan yang dapat menambah tekanan pada harga nikel.
Namun, industri nikel domestik memiliki peluang strategis dimana adanya ketegangan antara China dan negara barat yang membuat banyak negara mencari alternatif pasokan logam kritis, Indonesia dapat memanfaatkan peluang itu sebagai pemain kunci non-China.
Hingga akhir 2025, Ruddy menyebut bahwa pihaknya menargetkan produksi gabungan sebesar 2,6 juta ton ore seiring pelaksanaan program pengeboran lanjutan guna menambah cadangan sumber daya.
Selain itu, Perseroan memperluas kerja sama strategis dengan smelter dan trader di wilayah Sulawesi, Pulau Obi, dan Halmahera. Langkah ini didukung oleh penguatan kemitraan jangka panjang yang bertujuan memperkokoh posisi pasar, mempercepat distribusi, serta menjaga stabilitas penjualan di tengah fluktuasi harga nikel global.
Editor: Aditya Pratama