Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Komdigi Dorong Industri Telekomunikasi Libatkan AI sebagai Kompetensi Inti
Advertisement . Scroll to see content

Perkuat Infrastruktur TIK, Tower Bersama Bangun Banyak BTS di Daerah 3T

Kamis, 25 Februari 2021 - 22:40:00 WIB
Perkuat Infrastruktur TIK, Tower Bersama Bangun Banyak BTS di Daerah 3T
Saat ini TBIG sudah memiliki 16.000 tower yang tersebar di seluruh indonesia, termasuk daerah perbatasan dan 3T. (Foto: ilustrasi/Ant)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Efline Kamare, 51 tahun, warga Desa Dagho, Kecamatan Tamako, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, semringah karena jaringan telekomunikasi sudah bisa diakses di desanya. 

Di Dagho, jaringan komunikasi sangat lancar, banyak hal yang terpenuhi. Efline menuturkan, untuk menghubungi kerabatnya, dia tak sekadar mendengar suaranya, tapi juga bisa melihat wajah kerabat di layar HP miliknya (video call). 

Untuk kebutuhan sosial media seperti Instagram, YouTube, dan aplikasi lain pun bisa diakses dan menjadi bagian dari aktivitas warga di desanya saat ini. 

“Sangat disyukuri sekarang, sudah ada BTS dibangun di desa kami semua komunikasi lancar. 10 tahun lalu betapa susahnya kalau mau menelepon harus cari posisi terbaik, bahkan harus menggantung HP di beberapa tempat tinggi. Sekarang jaringan ada dimana-mana semua aman, mau didapur, di mana saja bisa menelpon,” ujarnya, beberapa waktu lalu.

Kecamatan Tamako berjarak 40 kilometer dari kota Tahuna dan berbatasan dengan Filipina. Kawasan ini satu dari 109 pulau terluar di Indonesia yang sebelumnya tidak tersentuh Internet. 

Perubahan mulai terjadi saat hadirnya jaringan telekomunikasi milik PT Telkomsel Indonesia (Persero) di kawasan non komersial tersebut. Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Base Transceiver Station (BTS) itu sendiri dibangun oleh PT Tower Bersama Group (TBIG). Di Desa Dagho, ada satu BTS yang didirikan perusahaan infrastruktur TIK tersebut. 

Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman mengatakan, pembangunan sejumlah tower jaringan internet di kawasan perbatasan dan daerah 3T merupakan wujud dari kontribusi perusahaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis berbasis digital di wilayah tersebut. 

Bahkan, saat ini TBIG sudah menandatangani kontrak kerja sama dengan sejumlah operator penyedia layanan TIK. Rencananya, proyek pondasi digital itu akan dibangun seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di kawasan non komersial. 

"Kami ambil bagian dalam pembangunan ekonomi perbatasan dengan basis digital. Kalau operator masuk daerah perbatasan itukan untuk support pemerintah, jadi bukan hanya isi secara komersial, tapi mereka juga ingin membantu pemerintah untuk bangun (TIK) di daerah-daerah perbatasan. Dan mereka support, kita pasti support," kata Helmy. 

Saat ini TBIG sudah memiliki 16.000 tower yang tersebar di seluruh indonesia, termasuk daerah perbatasan dan 3T. Peusahaan juga sudah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 2 triliun untuk melakukan ekspansi organik pada tahun ini. 

Pengembangan secara organik dilakukan dengan membangun menara baru dan menambah kolokasi. TBIG menargetkan dapat menambah 3.000 penyewaan tahun ini, terdiri dari menara baru dan kolokasi. 

Belanja modal itu juga disiapkan untuk memenuhi pesanan dari operator baik BUMN ataupun dari swasta untuk membangun infrastruktur jaringan di kawasan perbatasan dan wilayah lain di Indonesia. 

"Untuk pemerataan akses informasi dan pelayanan komunikasi di daerah perbatasan, kita sebagai perusahaan infrastruktur cenderung mendukung," kata Helmy.

TIK Di Kawasan Perbatasan dan Upaya Perbaikan Pemerintah 

Dari tahun ke tahun, penguatan fundamental digital melalui pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) perlahan direalisasikan pemerintah. Meski begitu belum semua wilayah terjamah TIK. 

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pengerapan mencatat, pada kuartal III-2019 layanan 4G telah hadir di 70.670 desa atau kelurahan di Indonesia. 

Namun, ada 12.548 desa lainnya masih belum terlayani secara 100 persen. Dari 12.548, terdapat 3.435 desa yang termasuk dalam wilayah non 3T dan 9.113 desa termasuk wilayah 3T.

Akses broadband juga masih belum merata. Persoalan ini dinilai menjadi penghambat penetrasi digital di daerah perbatasan dan 3T. Tercatat, dari total 83.218 desa, terdapat 12.548 yang belum terjangkau internet 4G. Dimana, 9.113 desa diantaranya adalah wilayah 3T dan 3.435 desa lainnya merupakan wilayah non 3T. 

Kemenkominfo mengakui, coverage seluler 4G masih terkonsentrasi di wilayah komersial seperti di Pulau Jawa, Sumatera, dan sebagian Kalimantan dan menyisakan wilayah yang belum terlayani akses telekomunikasi di wilayah non komersial. 

Karenanya, upaya menyediakan infrastruktur broadband baik fixed dan mobile untuk menjangkau wilayah non komersial, Kemenkominfo ditugaskan mengelola dana Universal Service Obligation (USO).  

Untuk memenuhi target itu, Kemenkominfo membangun dan menyediakan BTS seluler 4G. Pada tahun 2020, pembangunan BTS telah dilakukan pada sebanyak 1.679 lokasi. 

"Selanjutnya Kemenkominfo akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan tahapan pendaftaran filing satelit ke ITU sehingga slot orbit 146 BT dapat digunakan oleh Indonesia," kata Semuel. 

Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan menilai, infrastruktur TIK menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan NKRI. Keberadaan TIK mendorong percepatan penetrasi internet atau penggunaan teknologi digital bagi masyarakat setempat. 

Pertumbuhan ekonomi, kata dia, tidak melulu dipahami hanya dengan satu pendekatan atau berfokus pada satu sektor secara individual. Namun, bisa dianalisa di sisi ekonomi jaringan (network economics). Dalam kajiannya, fenomena network economics menunjukkan adanya eksternalitas jaringan (network effect) di beberapa industri yang terhubung secara vertikal.

Artinya, pengembangan infrastruktur jaringan internet di kawasan perbatasan dan 3T berpotensi menciptakan aktivitas ekonomi digital bagi masyarakat setempat. Jokowi sendiri pun mengakui, ekonomi digital di Indonesia sangat potensial, namun masih terkendala dengan penetrasi internet. 

"Konsep ini sangat relevan, sebagai bukti, bahwa kondisi ekonomi tidak dapat dianalisis dan berfokus pada salah satu sektor saja. Tapi, harus kita pelajari dari berbagai aspek dalam konteks network economics," ujar Fajar saat dihubungi. 

Dalam lima tahun terakhir, digitalisasi dalam negeri mengalami pertumbuhan cukup signifikan. Pesatnya teknologi itu diikuti oleh pertumbuhan ekonomi digital. Sejak 2019 nilai ekonomi digital di Indonesia mencapai 40 miliar dolar AS, bahkan naik menjadi 44 miliar dolar AS pada 2020. Data itu menunjukkan jika sektor ekonomi digital di Indonesia sangat potensial. 

Fajar menilai, digitalisasi juga mampu mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat di daerah perbatasan dan 3T. Kegiatan ini diyakini menjadi alternatif lain bagi penciptaan lapangan kerja baru. Karenanya, infrastruktur digital sebagai pondasi mampu mendukung sistem komputasi yang meliputi jaringan, data, protokol, perangkat, layanan, dan penyimpanan.

Pemerintah juga mencatat, digitalisasi ekonomi mampu membawa perubahan signifikan bagi aktivitas ekonomi masyarakat daerah perbatasan dan 3T. Dalam penerapannya, konsep ini memberikan manfaat (benefit) seperti efisiensi, efektivitas, penurunan cost production, kolaborasi, hingga terkoneksinya satu pihak dengan pihak lain. 

Editor: Rahmat Fiansyah

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut