PM Malaysia Mundur, Ini Dampak Ekonominya
JAKARTA, iNews.id - Tan Sri Muhyiddin Yassid, Senin (16/8/2021), resmi mundur sebagai perdana menteri Malaysia setelah kehilangan kepercayaan dari parlemen.
Pengunduran diri Muhyidin memicu sentimen negatif bagi sejumlah indikator ekonomi di Negeri Jiran. Mata uang Ringgit dan indeks jatuh pada perdagangan hari ini.
“Krisis politik yang sedang berlangsung saat ini, sangat sulit untuk melihat Malaysia meningkatkan tren pertumbuhan yang berbeda. Itu berarti akan semakin jauh tertinggal dari rekan-rekan regional seperti Vietnam.” ujar Trinh.
Seperti diketahui, pihak oposisi menilai Muhyiddin melanggar konstitusi, terutama saat dirinya terlibat selisih pendapat dengan Sultan Abdullah, Raja Malaysia perihal pemberlakuan status darurat di Malaysia.
Muhyiddin pun resmi mengundurkan diri pada hari ini. Kabinetnya juga ikut serta mengundurkan diri, sehingga membuat investor khawatir kebuntuan politik dapat menunda limit batas utang negara dan menghambat pengeluaran yang dibutuhkan ketika badai pandemi Covid-19 mengamuk di negara beribukota Kuala Lumpur itu.
Kendati telah resmi mengundurkan diri, Muhyiddin masih menjadi PM sementara sambil menunggu pemimpin baru terpilih. Sebelumnya Raja Sultan Abdullah mengatakan bahwa pemilu bukanlah pilihan terbaik, tetapi dirinya tidak menjelaskan siapa calon yang akan diusung.
"Kami, pada tingkat makro, cukup optimis, tetapi dalam situasi seperti ini memang perlu segera diselesaikanuntuk mempertahankannya," kata Mohamed Faiz Nagutha, ekonom Asean di Bank of America Securities di Singapura.
Berikut dampak ekonomi atas ketidakpastian politik di Malaysia:
1. Dana Asing Kabur
Persepsi investor terhadap kestabilan politik Malaysia dipandang perlu mengingat asing memegang 40 persen dari utang negara di Malaysia.
Dana asing dilaporkan telah kabur karena pandemi dan ketidakstabilan politik dalam negeri. Dilaporkan arus modal asing yang keluar dari Malaysia selama 2 tahun lebih berturut-turut mencapai 8 persen.
Hal itu, membuat Malaysia tertinggal dari Indonesia, Thailand, dan Singapura yang masing-masing justru menunjukkan peningkatan arus modal asing yang masuk sebesar 1 persen, 5 persen, dan 11 persen.
Hal ini kemudian mengganggu langkah perencanaan ekonomi pemerintah dan menunda upaya reformasi pajak.
2. Ringgit Melemah
Ketidakpastian politik berimbas pada kinerja nilai tukar mata uang Ringgit Malaysia. Reuters melaporkan, Ringgit Malaysia turun sekitar 0,1 persen menyentuh 4,24 per dolar Amerika Serikat, terendah sejak Juli 2020.
Penurunan mata uang Ringgit dinilai masih terus berlanjut imbas dari ketidakstabilan politik di Malaysia yang berlarut-larut dan memicu pengunduran diri Muhyiddin.
"Ketidakpastian politik kemungkinan akan membebani kinerja aset mata uang lokal dan ringgit dalam waktu dekat," kata analis Citi sembari menyebut imbal hasil 10-tahun saat ini sekitar 3,23 persen dapat menguat di atas 3,4 persen dalam beberapa pekan mendatang.
3. Indeks Acuan Terperosok
Menyusul pengunduran diri Muhyiddin, indeks saham acuan ditutup terperosok 0,4 persen pada perdagangan hari ini. Untuk diketahui, indeks bursa Malaysia FBM KLCI turun -2,21 poin atau 0,15 persen menjadi 1,502,9 hari ini.
Menilik laporan berita Bernama (16/8/2020), penutupan indeks hari ini dinilai ini masih berada di atas level psikologis 1.500. Sementara itu total nilai transaksi terpantau meningkat menjadi RM5,03 miliar dari penutupan sebelumnya Jumat yang mencapai RM3,56 miliar
Investor dinilai membutuhkan kepastian pemimpin Malaysia yang stabil ketika prospek ekonomi sedang diuji pandemi. Ketidakjelasan politik yang berlarut-larut dapat membuat ekonomi merosot.
"Masalahnya adalah tidak adanya penggantian yang jelas yang justru meningkatkan ketidakpastian lebih lanjut dan itu berarti akan terjadi stagnansi ekonomi," kata Trinh Nguyen, Ekonom Senior Natixis di Hong Kong, dilansir Reuters, Senin (16/8).
Editor: Jeanny Aipassa