JAKARTA, iNews.id - Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen pada tahun 2025. Lantas, apakah ekonomi Tanah Air akan tetap aman?
Menurut Chief Economist Permata Bank Josua Pardede pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di tetap tumbuh di kisaran 5 persen. Meski begitu, ia mewanti-wanti risiko kenaikan inflasi yang terjadi.
Mendag Busan Dorong Hilirisasi Komoditas Gambir
"PPN, pemerintah kemungkinan besar akan menaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen dan ini memang akan mendorong kenaikan inflasi," ucap Josua dalam Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Park Hyatt Jakarta, Senin (18/11/2024).
Josua menjelaskan, meski PPN 12 persen akan mendorong inflasi dan ia menargetkan masih di kisaran 3 persen. Hal itu juga didorong dengan potensi turunnya suku bunga yang juga cenderung terbatas di tahun depan.
Sri Mulyani Jelaskan Kenaikan PPN jadi 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025
Selain itu, ada juga tiga fenomena global yang bisa berdampak pada ekonomi Indonesia, seperti konflik geopolitik, pelemahan ekonomi China dan kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Pertama, ketegangan geopolitik. Ketegangan geopolitik antara dari Rusia dan Ukraina sudah terjadi sejak 2022. Selain itu, konflik Palestina dan Israel serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga masih terjadi.
7 Negara dengan Tarif PPN Terendah di Dunia, RI Termasuk?
Namun, Trump diramal tidak bakal melakukan intervensi atau cawe-cawe pada geopolitik di Timur Tengah.
"Kabar baiknya harapannya tensi geopolitik di Timur Tengah, setelah nanti Trump. Mudah-mudahan tidak makin memanas," ucapnya.
Kedua, perlambatan ekonomi China. Josua menggarisbawahi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda itu menunjukan tren perlambatan, di mana pertumbuhannya di bawah 5 persen pada dua kuartal terakhir, yakni masing-masing 4,7 persen dan 4,6 persen secara tahunan atau year on year pada kuartal II-2024 dan kuartal III-2024.
Josua menggarisbawahi China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Sehingga pertumbuhan ekonomi China yang melambat bisa berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.
"Seperti diketahui China sebagai salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, baik minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan batu bara. Tentunya ini akan berimbas langsung ke kinerja ekspor Indonesia kalau kondisi ekonomi China terus mengalami perlambatan," ungkap Josua.
Terakhir, kemenangan Trump sebagai Presiden AS. Trump diproyeksikan bakal menerapkan kebijakan yang cenderung ke dalam atau inward looking policy. Sehingga, kebijakan peningkatan tarif impor pada produk China kemungkinan akan diterapkan.
Akibatnya, pemerintah China diproyeksikan bakal memberikan retaliasi, salah satunya dengan devaluasi nilai tukar yuan.
Editor: Puti Aini Yasmin
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku