Produk RI Sulit Tembus Pasar Eropa, Kemendag Bidik Ekspor ke Asia Selatan dan Afrika
JAKARTA, iNews.id - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyebut bahwa saat ini produk Indonesia sulit masuk ke pasar Uni Eropa. Hal ini karena Uni Eropa menerapkan kebijakan baru yang memiliki standar-standar tersendiri untuk memastikan produk yang masuk memiliki tingkat pencemaran yang rendah.
Mendag Zulhas menuturkan, pihaknya akan mencari pasar baru untuk memasarkan produk-produk UMKM yang berorientasi ekspor. Pasalnya, kebijakan pembatasan dagang yang dilakukan oleh negara-negara tersebut cukup berdampak terhadap penurunan permintaan para pelaku usaha lokal.
"Produk UMKM kita ke Barat agak susah, cerewet. Kemarin saya bertemu dengan parlemen Uni Eropa, kopi musti ada sertifikat, cokelat sertifikat, bagaimana orang ngopi harus ada sertifikat," ujar Zulhas saat ditemui iNews.id usai acara WhatsApp MSME Summit 2023 dikutip, Rabu (28/6/2023).
Zulhas menyampaikan pihaknya saat ini tengah membuka pasar ekspor yang baru untuk lapak berjualan para UMKM. Pasar yang dibidik adalah negara di wilayah Asia Selatan dan Afrika. Menurutnya, kedua wilayah itu memiliki jumlah populasi yang cukup banyak.
Setidaknya, menurut Zulhas negara-negara tersebut memiliki jumlah populasi mencapai 3,6 miliar orang. Sehingga dari segi populasi, wilayah tersebut dianggap menjadi pasar yang menarik nantinya bagi para pelaku UMKM berjualan.
"UMKM kita sekarang lagi kita buka pasar ke Asia Selatan, Bangladesh, India, Pakistan, orangnya ada 2 miliar, banyak itu, asal harganya cocok. Kita punya kerudung, itu harganya Rp25.000, kan tidak sampai 2 dolar AS, baju kita jual ada yang 7-10 dolar AS, itu kita jual ke Afrika laku. Afrika itu orangnya ada 1,6 miliar," katanya.
Sebagai informasi, Uni Eropa telah menerapkan Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation (EUDR). Hal itu akan berdampak pada sulitnya akses pasar ke Uni Eropa untuk beberapa komoditas asli Indonesia
Setidaknya akan ada enam komoditas Indonesia bakal sulit untuk menembus pasar Uni Eropa, seperti kopi, kakau, karet, furniture, CPO, dan sapi.
Hal tersebut karena keenam komoditas tersebut saat ini dinilai paling banyak melakukan deforestasi maupun dianggap produk yang menghasilkan emisi karbon cukup tinggi dari proses produksinya. Sebab, melalui kebijakan EUDR, Uni Eropa mengklasifikasikan produk yang masuk dalam tiga kategori, pertama low risk dengan tingkat emisi karbon 3 persen, standard risk dengan paling banyak menyumbang 6 persen, dan high risk paling banyak 9 persen.
"Karena kalau Indonesia mau maju UMKM harus berkembang, karena menjadi penyumbang 65 persen, dan membuka cukup banyak lapangan pekerjaan untuk masyarakat," ucapnya.
Editor: Aditya Pratama