Profil Destiawan Soewardjono, Dirut Waskita yang Dicopot gegara Jadi Tersangka Korupsi
JAKARTA, iNews.id - Destiawan Soewardjono resmi dipecat sebagai Direktur Utama PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Pemecatan tersebut karena dirinya menjadi tersangka korupsi terkait penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan beberapa bank pada Waskita dan Waskita Beton Precast.
Pemecatan Destiawan sebagai orang nomor satu di struktural perusahaan itu berdasarkan Surat Nomor 13/RHS/WK/DK/2023 yang diterbitkan Dewan Komisaris perusahaan pada 29 April 2023.
"Sehubungan dengan Surat Nomor 13/RHS/WK/DK/2023 perihal Pemberitahuan Pemberhentian Sementara Direktur Utama serta Penunjukan Direksi Pengganti Sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama oleh Dewan Komisaris Perseroan," tulis manajemen Waskita pada keterangan resminya di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Rabu (3/5/2023).
Berikut profil singkat Destiawan Soewardjono yang dirangkum iNews.id:
Lelaki kelahiran April 1961 itu bukan orang baru di BUMN Karya. Sebelum menjabat Direktur Utama WSKT, Destiawan pernah berkarier di PT Wiajaya Karya Tbk (WIKA).
Dia sempat menempati sejumlah jabatan strategis, misalnya Manajer Proyek PLTGU Borang pada 2004. Setelah itu, Destiawan didapuk menjadi Manajer Proyek Jembatan Surabaya-Madura periode 2004-2007.
Pada 2008-2011, Destiawan dipilih menjadi Manajer Divisi Luar Negeri di WIKA. Lalu menjadi Manajer Proyek East West Motorway-Aljazair WIKA 2009-2010.
Kemudian diangkat jadi General Manager Departemen Luar Negeri WIKA periode 2012-2013. Pada 2014, dia diangkat sebagai Direktur Operasi III WIKA hingga 2020. Setahun kemudian atau sejak 2014-2020, Destiawan dipercaya menjadi Komisaris Utama PT Wijaya Karya Bangun Gedung Tbk.
Kariernya di BUMN cukup cemerlang. Pada Juni 2020 lalu, melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), Kementerian BUMN menunjuk Destiawan sebagai orang nomor satu di WSKT.
Adapun Destiawan mendapatkan gelar Sarjana Teknik Sipil dari Universitas Brawijaya, Malang pada 1987. Sementara gelar Magister Manajemen daru Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 2008.
Editor: Jujuk Ernawati