Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 27 Tahun Majukan Negeri, Bank Mandiri Jangkau 60.000 Penerima Manfaat
Advertisement . Scroll to see content

Program 3 Juta Rumah dan Kenaikan Kuota Subsidi, Mampukah Pekerja Bergaji UMR Ikut Beli?

Rabu, 29 Oktober 2025 - 12:08:00 WIB
Program 3 Juta Rumah dan Kenaikan Kuota Subsidi, Mampukah Pekerja Bergaji UMR Ikut Beli?
Ilustrasi rumah impian. (Foto: dok Freepik/rawpixel.com)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id – Kebutuhan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan pekerja bergaji setara upah minimum regional (UMR) masih menjadi tantangan besar di Indonesia. 

Pemerintah berupaya menjawab persoalan ini melalui berbagai inisiatif perumahan rakyat, seperti Program 3 Juta Rumah, KPR FLPP, hingga pembangunan hunian vertikal berupa rusunawa dan rusunami.

Belakangan, kabar gembira datang: kuota rumah subsidi nasional naik menjadi 350 ribu unit, bahkan Presiden Prabowo Subianto telah menyerahkan 26 ribu rumah subsidi di Bogor. Ditambah lagi, pemerintah meluncurkan KUR Rumah Subsidi senilai Rp130 triliun, yang diharapkan bisa memperluas akses bagi pekerja informal.

Namun, di tengah euforia fantastis yang ada, timbul pertanyaan kritis: mungkinkah kabar baik ini bisa dinikmati oleh jutaan pekerja di Jakarta? Dengan gaji UMP Rp5,5 juta yang terhimpit defisit biaya hidup hingga 40 persen, rumah subsidi tersebut seolah hanyalah ilusi yang semakin menjauh dari kenyataan mereka.

Siapa yang Termasuk MBR?

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah kelompok dengan penghasilan di bawah batas tertentu yang ditetapkan pemerintah agar berhak atas program subsidi perumahan. Berdasarkan Permen PUPR No. 5/2025, untuk wilayah Jabodetabek (Zona 4), batasan penghasilan MBR adalah Rp12 juta untuk yang belum menikah dan Rp14 juta untuk yang sudah menikah atau peserta Tapera.

Kelompok ini mencakup mereka yang bergaji UMR, pekerja kontrak, buruh pabrik, hingga pekerja informal seperti driver online dan freelancer. Artinya, sebagian besar pekerja di kota besar sebenarnya masuk kategori MBR, tapi belum tentu punya kesempatan yang sama untuk memiliki rumah.

Sebagai informasi, UMP 2025 tercatat, yakni sekira Rp5,5 juta per bulan. Namun, berbagai survei menunjukkan bahwa biaya hidup layak di ibu kota mencapai Rp6–7 juta per bulan, membuat para pekerja menghadapi defisit 20–40 persen bahkan sebelum memikirkan cicilan rumah.

Banyak pekerja bergaji UMR merasa penghasilan mereka bahkan belum cukup untuk kebutuhan bulanan, apalagi menabung untuk uang muka rumah. Tak sedikit dari mereka yang hidup dengan penghasilan yang fluktuatif. Ketakutan terbesar pun bukan hanya gagal punya rumah, tapi juga kehilangan rumah kalau tidak sanggup membayar cicilan.

Dengan kondisi seperti ini, menabung untuk uang muka (DP) atau menjaga kestabilan cicilan jangka panjang menjadi tantangan berat. Tak heran, jika banyak pekerja UMR akhirnya menunda niat membeli rumah dan memilih alternatif lain yang lebih realistis. 

Tantangan yang Dihadapi MBR

Beragam faktor struktural dan ekonomi masih menjadi hambatan utama yang membuat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sulit memiliki rumah, antara lain seperti berikuti:

1. Keterbatasan Daya Beli di Tengah Gaji Defisit

Daya beli adalah akar masalah. Dengan gaji yang sudah defisit, menabung untuk Uang Muka (DP) dan memastikan stabilitas cicilan jangka panjang menjadi sangat sulit, apalagi jika harus menanggung biaya hidup keluarga.

2. Lokasi Jauh, Biaya Transportasi Lebih Mahal dari Cicilan?

Inilah alasan utama mengapa banyak unit rumah subsidi yang sudah dibangun, meski kuotanya besar, kurang diminati. Rumah bersubsidi terletak di pinggiran kota, yang membuat: Jarak tempuh ke tempat kerja jauh dan biaya transportasi dari lokasi pinggiran bisa melonjak tinggi, bahkan melebihi cicilan per bulan.

3. Skema KPR Eksklusif: Pekerja Informal Kerap Ditolak

Inilah tantangan terbesar bagi pekerja freelance, online driver, atau pedagang yang termasuk kategori MBR. Mereka kerap ditolak saat mengajukan KPR karena: tidak memiliki slip gaji formal dan tidak memiliki riwayat perbankan yang stabil.

4. Opsi Perkotaan Cuma Rusunami, Rela?

Program 3 Juta Rumah menargetkan 1 juta unit di wilayah perkotaan yang mayoritas diwujudkan dalam bentuk Rusunami dan Rusunawa (hunian vertikal). Sementara rumah tapak FLPP yang diidamkan MBR lebih banyak di desa (2 juta unit). Bagi MBR yang bermimpi memiliki rumah tapak di tengah kota, opsi Rusunami sering dianggap kurang ideal.

5. Ancaman Bunga Floating dan NPL

Isu kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) KPR subsidi menjadi perhatian, terutama saat cicilan memasuki tahun ke-n di mana bunga berpotensi naik (floating). 

Apakah Program Ini Menjadi Solusi?

Bagi teman-teman bergaji UMR, opsi tempat tinggal saat ini bisa dibilang terbatas, tapi tetap ada peluang bila disiasati dengan bijak. Misalnya seperti:

  • Sewa rumah atau kontrakan pinggiran kota
  • Kost atau apartemen mikro
  • Rumah subsidi (KPR FLPP)
  • Hunian vertikal seperti rusunami dan rusunawa

Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah menargetkan 1 juta unit di wilayah perkotaan dan 2 juta di pedesaan. Tujuannya jelas: menyediakan hunian layak, terjangkau, dan tersebar merata.

Skema KPR FLPP dengan bunga tetap, KUR Rumah Subsidi untuk pekerja informal, hingga insentif pengembang, merupakan upaya serius untuk mewujudkan mimpi MBR. Namun, efektivitasnya bergantung pada beberapa faktor:

1. Lokasi rumah subsidi yang masih jauh dari pusat aktivitas ekonomi.

2. Keterbatasan akses kredit bagi pekerja informal tanpa slip gaji.

3. Daya beli lemah akibat ketimpangan antara upah dan biaya hidup.

Jika tantangan ini tidak diatasi, kuota besar 350 ribu rumah bisa saja tersisa tanpa pembeli yang benar-benar mampu.

Kabar baiknya, dengan KUR Rumah Subsidi Rp130 triliun, peluang bagi pekerja non-formal mulai terbuka. Skema ini memberi harapan bagi para pengemudi ojek online, pedagang kecil, hingga pekerja lepas yang dulu kerap ditolak bank.

Menggabungkan pendapatan suami-istri juga menjadi strategi cerdas agar bisa mengajukan KPR. Sementara itu, mereka yang belum siap membeli bisa memanfaatkan rusunawa sebagai hunian sementara sambil menabung DP.

Untuk mewujudkan mimpi punya rumah, diperlukan langkah kecil tapi nyata: hidup hemat, fokus pada prioritas, dan memanfaatkan program pemerintah sebaik mungkin. Pemerintah di sisi lain juga perlu memastikan lokasi, akses transportasi, serta kebijakan upah sejalan dengan harga rumah yang ditawarkan.

Dengan begitu, Program 3 Juta Rumah tidak hanya menjadi slogan, tapi benar-benar jadi jalan keluar bagi jutaan pekerja UMR yang selama ini bermimpi punya tempat tinggal sendiri. Informasi mendalam seputar hunian dapat diakses melalui Podcast Ruang Ratih di YouTube Channel Semen Merah Putih pada 29 Oktober 2025!

Editor: Anindita Trinoviana

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut