RDP Berlangsung Panas, Ini Deretan Tudingan DPR ke Dirut dan PT Krakatau Steel
JAKARTA, iNews.id - Komisi VII DPR melontarkan sejumlah tudingan kepada Direktur Utama (Dirut) PT Krakatau Stell Tbk (KRAS), Silmy Karim, dan perusahaan baja itu, dalam Rapat dengar pendapat (RDP) hari ini, Senin (14/2/2022), di Jakarta.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi, menyampaikan sejumlah informasi bahkan tudingan yang membuat RDP tersebut berlangsung panas, dan berujung pada pengusiran Dirut Krakatau Steel dari ruang rapat.
Tudingan yang disampaikan Bambang bukan hanya ditujukan kepada Silmy Karim, tetapi juga kepada Krakatau Steel yang merupakan perusahaan baja BUMN.
Berikut deretan tudingan DPR yang disampaikan kepada Dirut dan PT Krakatau Steel, dalam RDP hari ini, Senin (14/2/2022):
1. PT Krakatau Steel dituding menjadi perusahaan calo atau untuk komoditas baja atau dengan kata lain BUMN tersebut lebih cenderung menjadi trader baja daripada produsen baja.
2. Dirut Krakatau Steel, Silmy Karim, dituding sebagai maling teriak maling.
"Yang beredar di tengah masyarakat kan kita sering mendengar bahwa Krakatau Steel ini salah satu trader, kan lucu. Itu yang tadi saya sampaikan kenapa saya bilang jangan sampai 'maling teriak maling'," ujar Bambang, Senin (14/2/2022).
Pernyataan Bambang terebut merupakan respon atas paparan Dirut Krakatau Steel, perihal berhentinya proyek Blast Furnace atau peleburan tanur tinggi hingga upaya penguatan industri baja dalam negeri. Peryataan itu pun berujung pada pengusiran Dirut Krakatau Steel dari ruang sidang.
Sebelum diusir, Silmy Karim sempat membeberkan alasan utama penghentian proyek Blast Furnace yang dikelola pihaknh. Perkaranya karena perusahaan mengalami kerugian berarti.
Kerugian terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kapasitas fasilitas hulu (ironmaking and steelmaking) dan kapasitas fasilitas hilir (rolling), membuat perusahaan harus mengimpor bahan baku. Lalu, perusahaan memproduksi baja setengah jadi dengan harga yang tinggi dan berfluktuasi.
Persoalan lainnya, terkait dengan kenaikan harga hingga keterbatasan jumlah energi seperti listrik dan natural gas. Perkara ini mendorong KRAS untuk mengambil langkah efisiensi berupa mencari energi alternatif lain. Lalu, tidak efektifnya proyek Blast Furnace pun lantaran tidak adanya fasilitas basic oksigen furnace.
"Jadi kita ingin dalami, kita ingin investigasi kenapa blast furnace yang ada saat ini harus dihentikan, kalau alasan rugi apakah ruginya sedemikian? apakah lebih merugi mana, rugi dihentikan ataukah membuat baru? ini kan sesuatu yang unik," ungkap Bambang.
Editor: Jeanny Aipassa