RI-China Telah Sepakati Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung
JAKARTA, iNews.id - Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo mengakatan, Indonesia dan China telah menyepakati terkait nominal pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Namun, dia tak merinci nominal pembengkakan biaya yang disepakati tersebut.
Hal ini disampaikan Tiko, sapaan akrab Kartika Wirjoatmodjo, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, Senin (13/2/2023). Nominal pembengkakan akan segera diselesaikan konsorsium melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Tiko memastikan, pembengkakan biaya KCJB akan ditambal melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp3,2 triliun yang telah disetujui.
"Terima kasih Bapak Ibu (Komisi VI DPR) atas persetujuan tambahan PMN untuk cost overrun telah masuk di akhir periode. Ini dari Beijing, kita telah sepakat cost overrun yang sudah disepakati oleh pihak Indonesia dan China, sehingga cair segera ke KCIC," ujar Tiko.
Menurut data 2022 lalu, biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak hingga 1,176 miliar dolar AS atau setara Rp16,8 triliun. Membengkaknya anggaran kereta cepat sempat diperdebatkan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China Railway International Co Ltd.
Konsorsium China menolak perhitungan cost overrun yang disodorkan pihak PSBI. Penolakan itu karena China tidak mengakui biaya dari PT PLN (Persero), PT Telkom Indonesia Tbk, hingga pajak.
Karena tidak mengakui, lanjut Tiko, China meminta agar nilai cost overrun KCJB lebih kecil dari perhitungan PSBI.
"China sebenarnya minta angka ini (cost overrun) turun. Mereka nggak akui biaya PLN, pajak, dan Telkom. Kita berdebat juga di situ, mereka maunya lebih rendah," ucapnya beberapa waktu lalu.
China Railway International Co Ltd menilai biaya untuk menambal cost overrun merupakan tanggung jawab Pemerintah Indonesia. Hanya saja, PSBI melalui Kementerian BUMN menegosiasi agar China ikut bertanggung jawab atas membengkaknya dana mega proyek tersebut.
"Mereka merasa biaya itu merupakan kewajiban bagian pemerintah Indonesia, tapi kami negosiasi supaya itu bisa dibayar," tuturnya.
Editor: Aditya Pratama