RI Lirik Potensi Blue Carbon untuk Sektor Ekonomi dan Pengendalian Perubahan Iklim
JAKARTA, iNews.id - Indonesia melirik pemanfaatan potensi blue carbon seperti dari mangrove dan padang lamun. Ini untuk menjadi kesempatan menyelaraskan pemanfaatan ekonomi, konservasi keanekaragaman hayati, dan menjadi aksi untuk pengendalian perubahan iklim.
"Pemanfaatan Mangrove dan padang lamun sebagai blue carbon ekosistem bukan hanya untuk ekonomi, tetapi juga untuk kehidupan," ujar Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Hendra Yusran Siry memberi pidato kunci diskusi panel bertajuk di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, UEA, dikutip, Kamis (14/12/2023).
Hendra menambahkan, ekosistem mangrove dan padang lamun merupakan penyerapan dan penyimpan karbon yang sangat kuat. Bahkan, keduanya mampu menyerap karbon 10 kali lebih besar jika dibandingkan hutan di daratan
Mangrove dan padang lamun, kata dia, juga esensial untuk keanekaragaman hayati karena menjadi areal pengembangan berbagai biota laut, termasuk yang bernilai penting secara ekonomi.
Hendra menyatakan, sebagai negara yang memiliki ekosistem mangrove yang sangat luas, Indonesia serius mengembangkan blue carbon economy.
"Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 23 persen dari luas karbon global, dan berada di ranking kelima untuk luas padang lamun. Pendekatan perspektif dilakukan sebagai bagian penting pemanfaatan blue carbon economy," tuturnya.
Lebih lanjut, Hendra menjelaskan bahwa lima strategi utama yang diambil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengembangan blue carbon. Strategi tersebut adalah perluasan kawasan konservasi laut, penerapan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya berada di laut pesisir dan di pedalaman yang ramah lingkungan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengelolaan sampah plastik di laut.
Untuk perluasan kawasan konservasi laut ditargetkan hingga 30 persen di tahun 2045 dengan melindungi ekosistem dan habitat penting agar fungsi jasa ekosistem seperti karbon, suplai oksigen, perlindungan pantai, dan penyedia sumber ikan tetap terjaga keberlanjutannya. Hingga 2022, luasan konservasi laut baru mencapai 8,9 juta ha atau 8,7 persen dari total luas wilayah Indonesia.
Menurutnya, pengelolan blue carbon tidak bisa dilakukan sendirian. Semua pihak harus memiliki komitmen dan menjalin kerja sama dengan tujuan mencapai masa depan kelautan yang lebih baik untuk anak cucu.
"Tanpa penyelamatan blue carbon, kita tidak akan bisa mencegah perubahan iklim," ucap Hendra.
Editor: Aditya Pratama