RI Was-was dengan Aplikasi Temu asal China, Disebut Bisa Ancam 64 Juta UMKM Tanah Air
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengaku platform global crossborder asal China, yakni Temu tengah menjadi perhatian pemerintah. Saat ini, Temu sudah beroperasi di beberapa negara dan mengkhawatirkan UMKM di Tanah Air.
"Kita perlu mengantisipasi apabila mereka juga beroperasi di Indonesia," ucap Asisten Deputi Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kemenko Perekonomian, Herfan Brilianto Mursabdo dalam acara Media Briefing:Perkembangan Kebijakan Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (12/6/2024).
Menurut Herfan, saat ini pemerintah telah melakukan beberapa langkah antisipatif demi mencegah terancamnya UMKM RI. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No.31/2023 yang mengatur tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Seperti diketahui, aturan tersebut yang memisahkan antara media sosial dan e-commerce ini sebagai respons pada fenomena TikTok pada saat itu. Herfan menjelaskan, dalam Permendag itu juga diatur beberapa ketentuan terkait PMSE yang juga bisa dijadikan acuan bagi aplikasi yang lain.
"Seperti misalnya di dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 18 itu ada kewajiban untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini untuk memiliki perwakilan di Indonesia yang untuk wilayah operasinya di Indonesia. Nah ini sebetulnya ada beberapa klausul di situ yang nantinya akan berdampak kepada bahwa perusahaan ini harus mematuhi aturan-aturan lain yang ada di Indonesia," ucap dia.
Klik halaman selanjutnya untuk membaca>>>
Herfan menjelaskan langkah ini merupakan salah satu cara untuk menahan atau memastikan agar inovasi baru seperti ini tidak langsung serta-merta berdampak kepada warga Indonesia. Bagaimana tidak, barang-barang yang dijual di aplikasi tersebut sangat murah dan bisa diterima banyak konsumen.
"Kemudian ada juga karena kalau kita lihat Temu itu kan dia menghubungkan langsung antara pabrikan dengan customer dan ini biasanya terjadi untuk barang-barang mayoritas itu barang-barang yang harganya relatif sangat murah gitu ya. Jadi yang bulky dan langsung diterima oleh konsumen," tuturnya.
Namun, diakui Hervan, aturan itu belum cukup mampu untuk menyelamatkan UMKM karena inovasi akan terus berkembang. Apalagi hadirnya platform ini guna memotong mata rantai antara produsen dengan konsumen.
Maka dari itu, kata Herfan, pemerintah perlu mempelajari secara terus menerus dampak dari inovasi-inovasi digital ini terhadap ekosistem yang sudah ada.
"Nah ini memang menjadi PR yang cukup besar karena lagi-lagi terkait UMKM, PR kita yang pertama ini meningkatkan literasi digitalnya terlebih dahulu. Mengajak UMKM kita yang jumlahnya 64 juta UMKM atau hampir 97 persen jenis usaha di Indonesia untuk mulai masuk ke dalam literasi digital," ucap Herfan.
Editor: Puti Aini Yasmin