Sektor Infrastruktur Industri RI Jadi Magnet Investor, Saham Energi Melesat
JAKARTA, iNews.id – Infrastruktur industri di Indonesia kini bukan sekadar penopang kegiatan ekonomi, tetapi juga daya tarik bagi investor global. Keberadaan fasilitas yang memadai menjadi kunci bagi pertumbuhan industri dan penguatan daya saing nasional.
Menurut Ekonom Indef, Ahmad Heri Firdaus saat ini investor dunia tengah mencari negara yang memiliki kesiapan infrastruktur.
“Kalau kita lihat, investor global itu mencari negara yang sudah siap infrastruktur industrinya,” ujarnya dalam acara IDX Channel LinkUP Market Movers di Auditorium Bursa Efek Indonesia (BEI).
Heri mengungkapkan, pemerintah saat ini aktif mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan program hilirisasi industri yang membutuhkan dukungan infrastruktur memadai, mengingat sektor industri menyumbang hampir 20 persen terhadap PDB nasional.
Dari sudut pandang pasar modal, sektor infrastruktur juga menarik minat investor karena prospek pertumbuhan industri dan kualitas pengelolaan perusahaan. Sub-sektor yang beragam, seperti jalan tol (JSMR), pelabuhan (IPCC, IPCM), telekomunikasi (TLKM, EXCL) hingga infrastruktur industri (CDIA) memberikan pilihan investasi yang luas.
“Meski fundamental perusahaan penting, pergerakan harga saham tetap dipengaruhi sentimen pasar, likuiditas, serta kebijakan pemerintah. Investor kini selektif terhadap emiten dengan eksposur pada proyek strategis atau tren baru seperti energi hijau dan digitalisasi,” ucap Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada.
Adapun, salah satu yang mencuri perhatian adalah PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), emiten baru yang fokus pada pengembangan infrastruktur industri berbasis energi baru terbarukan (EBT). Sejak melantai di BEI, saham CDIA melesat dari Rp190 menjadi Rp1.500 per lembar.
Reza menyebut lonjakan ini didukung sentimen positif pasar terhadap prospek EBT serta posisi CDIA dalam ekosistem Barito Pacific Group yang memiliki lini bisnis terintegrasi, mulai dari energi hingga logistik.
“Pendapatan utama CDIA berasal dari penjualan listrik, sejalan dengan fokus pemerintah pada transisi energi,” ungkapnya.
Ahmad Heri menegaskan bahwa kehadiran perusahaan seperti CDIA dapat memperkuat keyakinan investor global.
“Sektor ini krusial untuk menopang kegiatan produktif. Kehadiran emiten dengan ekosistem terintegrasi akan meningkatkan daya tarik investasi,” ujarnya.
Ahmad menjelaskan, ke prospek sektor infrastruktur industri masih terbuka lebar. Tantangan seperti ketersediaan lahan, biaya logistik, hingga ketidakpastian regulasi perlu diatasi melalui sinergi pemerintah dan swasta.
Dengan dukungan tersebut, Indonesia berpeluang mempersempit jarak dengan negara tetangga sekaligus menjadikan emiten-infrastruktur, termasuk CDIA, Telkomsel, IPCC, dan Jasa Marga, sebagai motor penggerak investasi jangka panjang.
Mereka pun sepakat bahwa peluang sektor infrastruktur dan manufaktur di Indonesia masih terbuka lebar. Pemerintah perlu memastikan ekosistem yang lengkap, mulai dari infrastruktur dasar, konektivitas, hingga regulasi ramah investasi agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga pusat produksi berdaya saing tinggi di ASEAN.
“Peluang investasi di infrastruktur industri masih terbuka lebar. Tantangan ada, tapi dengan dukungan regulasi dan kolaborasi swasta, prospek jangka panjang tetap positif,” ujar Ahmad Heri.
Editor: Puti Aini Yasmin