Seminggu Taliban Berkuasa, Aktivitas Ekonomi Afghanistan Lumpuh
KABUL, iNews.id - Seminggu setelah kelompok militan Taliban menguasai Ibukota Kabul, aktivitas ekonomi Afghanistan nyaris lumpuh total. Tak hanya itu, harga bahan pokok pun melonjak hingga 20 persen.
Banyak warga Afghanistan berjuang untuk bertahan hidup di tengah krisis kehilangnya pekerjaan, juga kehilangan pendapatan karena gaji yang belum dibayar pemerintah.
Pusat bisnis dan layanan perbankan tutup, hanya aktifitas di sejumlah pasar dan toko makanan yang masih berlangsung, namun terjadi lonjakan harga kebutuhan pokok karena pasokan barang yang berkurang.
Tutupnya kantor Western Union, membuat pengiriman uang dari luar negeri juga terhambat. Kesulitan ekonomi juga memukul kelas menengah di sejumlah kota lain.
Harga sejumlah bahan pokok seperti tepung, minyak, dan beras telah naik 10-20 persen dari harga wajar beberapa hari terakhir. Bank-bank yang masih tutup, membuat banyak orang tidak dapat mengakses tabungan mereka.
"Ada beberapa toko makanan yang buka, tetapi semua pasar nyaris tutup," kata seorang mantan pegawai pemerintah, seperti dikutip Reuters, Senin (23/8/2021).
Lalu lintas kota telah dimulai kembali di wilayah perbatasan Afghanistan dengan Pakistan. Namun, kondisi kekeringan dan kelaparan memperburuk keadaan, yang mendorong ribuan warga di kota tinggal di tenda-tenda dan tempat penampungan sementara.
Situasi bertambah rumit, saat solidaritas bantuan internasional menunda penerbangan komersial ke Afghanistan yang diumumkan pada Minggu (22/8/2021). Artinya tidak ada cara mengirimkan pasokan obat-obatan, bahan makanan, dan bantuan lainnya.
"Semuanya sudah selesai. Tidak hanya pemerintah saja yang jatuh, ribuan orang seperti saya yang hidupnya bergantung pada gaji bulanan sekitar 15.000 afghanis (sekitar 200 dolar Amerika Serikat, Red) juga ikut terpuruk," kata mantan pegawai pemerintah yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Pemerintah Afghanistan diketahui sudah tidak membayar para pekerjanya selama dua bulan terakhir sebelum Taliban mengambil-alih.
Ketidakpastian politik dan ekonomi yang rapuh membuat dukungan mancanegara mulai luntur. Nilai mata uang lokal Afghani jatuh terhadap dolar dan mendorong kenaikan harga bahan pokok.
Seorang mantan polisi Afghanistan bercerita betapa sulitnya bertahan hidup seminggu setelah kelompok Taliban mengambil alih pemerintahan sah di Ibukota Kabul.
Dirinya yang terbiasa melindungi masyarakat kini memilih untuk bersembunyi di tengah ancaman anggota Taliban yang telah merangsek di jalanan kota.
Bersama istri dan keempat anaknya, ia harus rela kehilangan pekerjaan dan tak lagi menerima gaji sebagai aparat sebesar 260 dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp3,7 juta per bulan.
"Saya benar-benar kacau, tak tahu apa yang perlu saya lakukan terlebih dahulu, apakah bertahan hidup untuk keselamatan saya pribadi atau memberi makan anak-anak dan keluarga," kata mantan polisi yang tak ingin disebutkan namanya.
Sebagai pegawai pemerintah, ia mengaku sulit untuk beradaptasi dengan situasi ekonomi saat ini mengingat kebutuhan hidup keluarganya yang membengkak.
"Saya kontrak di apartemen, dan belum bayar selama tiga bulan," katanya.
Selama sepekan terakhir di tengah ketidakpastian ekonomi, dan ketiadaan penghasilan, dia memutuskan untuk menjual beberapa perhiasan sang istri seperti cincin dan sepasang anting.
Alih-alih mendapat uang dari hasil jualannya itu, semua pusat bisnis dan pasar ditutup. Tak ayal, tak ada uang yang masuk ke kantongnya."Saya sudah tak tahu lagi harus berbuat apa, saya butuh bantuan," ungkapnya.
Seminggu sejak Taliban berkuasa, ribuan orang terlihat berkerumun di luar pintu masuk bandara dan berharap ada pihak eksternal yang dapat memberikan tumpangan bagi mereka untuk keluar dari lokasi konflik.
Berebut kursi penerbangan hingga kekacauan di jalanan memberikan gambaran betapa runyamnya kondisi negara tersebut sejak pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung negara-negara Barat itu runtuh.
"Kami sudah terlilit utang karena pemerintah belum membayar gaji kami selama dua bulan terakhir. Ibu saya yang sudah lanjut usia sakit, dia membutuhkan obat, dan anak-anak serta keluarga saya membutuhkan makanan. Tuhan tolong kami!," seru mantan polisi itu.
Editor: Jeanny Aipassa