Sentuh Level Tertinggi, Harga Minyak Mentah Diprediksi Tembus 100 Dolar AS per Barel Tahun Ini
JAKARTA, iNews.id - Harga minyak mentah melesat ke level tertinggi tahun ini pada pekan ini. Hal ini memperpanjang reli yang menjadikan kenaikan tajam menuju 100 dolar AS per barel.
Mengutip CNBC International, sejumlah analis memprediksi harga minyak mentah bisa menyentuh 100 dolar AS per barel sebelum akhir tahun.
Harga minyak mentah Brent diperdagangkan pada level 93,46 dolar AS per barel pada hari Jumat. Sementara, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) diperdagangkan pada 90,09 dolar AS per barel.
Baik Brent dan WTI menyentuh di level tertinggi tahun ini pada hari Kamis. Harga minyak mentah naik tajam hingga saat ini dan tetap berada di jalur yang tepat untuk mencatat minggu positif ketiga berturut-turut
Reli harga terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi akan berkurangnya pasokan setelah Arab Saudi dan Rusia mengambil tindakan untuk mengurangi persediaan global dan memperpanjang pengurangan produksi minyak hingga akhir tahun.
Pemimpin OPEC, Arab Saudi, menyampaikan bahwa mereka akan memperpanjang pengurangan produksi sebesar 1 juta barel per hari hingga akhir tahun. Selain itu, pemimpin non-OPEC, Rusia berjanji mengurangi ekspor minyak sebesar 300.000 barel per hari hingga akhir tahun. Kedua negara mengatakan mereka akan meninjau pemotongan sukarela mereka setiap bulan.
Analis Bank of America, Francisco Blanch menuturkan, pihaknya yakin harga minyak mentah akan segera naik di atas 100 dolar AS per barel.
“Jika OPEC+ mempertahankan pengurangan pasokan yang sedang berlangsung hingga akhir tahun dengan latar belakang permintaan positif di Asia, kami sekarang yakin harga Brent dapat melonjak melewati 100 dolar AS per barel sebelum tahun 2024,” ujarnya dalam sebuah catatan penelitian dikutip, Minggu (17/9/2023).
Analis dari pialang minyak PVM, Tamas Varga menyebut, lompatan harga minyak mentah menuju 100 dolar AS per barel hal yang masuk akal, di mana hal ini dipengaruhi kendala produksi dari Arab Saudi dan Rusia, kekurangan struktural bahan bakar diesel di Eropa, dan konsensus yang berkembang bahwa siklus pengetatan saat ini akan berdampak buruk bagi perekonomian.
“Meskipun demikian, reli seperti itu juga memerlukan tekanan inflasi baru. Oleh karena itu, saya yakin lonjakan apa pun menuju 100 dolar AS per barel hanya akan berumur pendek,” tuturnya.
Sebelumnya, Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan bahwa kendala produksi di Arab Saudi dan Rusia kemungkinan akan mengakibatkan defisit pasar yang besar hingga kuartal IV 2023.
Otoritas energi terkemuka dunia mengatakan dalam laporan minyak bulanannya bahwa pembatasan produksi oleh anggota OPEC dan non-OPEC lebih dari 2,5 juta barel per hari sejak awal tahun sejauh ini telah diimbangi oleh anggota di luar aliansi OPEC+, seperti negara-negara anggota OPEC+ AS dan Brasil.
“Mulai bulan September dan seterusnya, hilangnya produksi OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi, akan menyebabkan kekurangan pasokan yang signifikan hingga kuartal keempat,” ucap IEA.
Editor: Aditya Pratama