JAKARTA, iNews.id - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang perdata perihal kasus pengosongan hotel Sultan, Senin (30/10/2023), sekitar pukul 10.00 WIB.
Sidang tersebut merupakan tindak lanjut dari gugatan yang diajukan PT Indobuildco, milik Pontjo Sutowo, terhadap Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).
Indonesia-Irak Bahas Potensi Penguatan Kerja Sama Sektor Migas
Kuasa hukum PT Indobuildco, Yosef Benediktus Badeoda, mengatakan ada dugaan melawan hukum yang dilakukan PPKGBK berupa permintaan Indobuildco mengosongkan Hotel Sultan.
PPKGBK disebut-sebut menggunakan alat negara berupa polisi dan TNI untuk melawan PT Indobuildco. Padahal, Indobuildco sebagai badan hukum perdata pemegang HGB No 26 dan HGB No 27.
PT Indobuildco Klaim Hotel Sultan Masih Punya Hak HGB hingga 2053
"Jadi jelas dalam perkara ini PT Indobuildco melawan PPKGBK yang menjalankan fungsinya sebagai badan hukum perdata pemegang hak atas tanah yang dalam hal ini pemegang HPL No 1/Gelora. Ini harus dipahami publik karena selama ini PT Indobuildco diposisikan sebagai pihak yang melawan negara," ujar Yosef.
Menurut dia, penggunaan polisi dan TNI oleh PPKGBK sebagai badan hukum perdata untuk melawan PT Indobuildco dalam sengketa hak atas lahan kawasan Hotel Sultan dinilai tidak tepat.
Pontjo Sutowo Gugat Setneg hingga Menteri ATR/BPN Imbas Sengketa Hotel Sultan
PPKGBK, lanjut Yosef, justru memposisikan dirinya sebagai negara yang melawan warganya sendiri dan PT Indobuildco diposisikan sebagai warga yang melawan kekuasaan negara.
Dia mengatakan PPKGBK mengklaim HGB No 26 dan HGB No 27 sudah habis jangka waktunya tahun 2023 dan tidak diperpanjang sehingga kembali menjadi aset negara dalam ini HPL No 1/Gelora. Yosef memandang klaim itu tak benar lantaran ada pembaruan hak atas HGB tersebut hingga 2053 mendatang.
"Hal ini keliru dan tidak benar karena dalam SK HPL No 1/Gelora disebutkan jangka waktu HGB No 26/27 habis tahun 2003 BUKAN tahun 2023, tetapi faktanya HGB 26/27 tersebut telah diperpanjang sampai tahun 2023 di atas tanah negara bebas dan selanjutnya ada pembaruan hak sampai tahun 2053," kata Yosef
Dengan demikian, lanjutnya, berlakunya HGB 26/27 diatur undang-undang bukan oleh SK HPL No 1/Gelora. Oleh karena itu diktum keenam SK HPL No 1/Gelora tidak bisa lagi digunakan karena sudah tidak relevan.
"Selain itu, Sekneg cq PPKGBK tidak dalam kapasitas untuk menyatakan HGB No 26/27 tidak diperpanjang atau menolak pembaharuan hak HGB 26/27 karena HGB No 26/27 terbit di atas tanah negara bebas BUKAN di atas HPL No 1/Gelora atau setidak-tidaknya belum menjadi bagian dari HPL No 1/Gelora," tutur Yosef.
Editor: Jeanny Aipassa
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku