Sistem Transaksi Tol MLFF Diminta Dikaji Lebih Matang Sebelum Diterapkan
JAKARTA, iNews.id - Anggota Komisi V DPR RI Sudewo mengaku banyak menerima laporan dari Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) soal akan diterapkannya teknologi tol nirsentuh (Multi Lane Free Flow/MLFF). BUJT meminta penerapan MLFF dikaji lebih matang sebelum diterapkan.
"Kemarin sedikit banyak dari asosiasi BUJT menyampaikan agar betul-betul dilaksanakan secara transparan, dan akuntabilitas bisa dipertanggungjawabkan karena teknologi ini baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia, masih banyak hal yang perlu dipelajari, baik teknologi hingga masyarakatnya," kata dia di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Dia pun khawatir penerapan MLFF yang cukup rumit bisa mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan jalan tol dan bisa berdampak pada kerugian yang diderita BUJT, sehingga cashflow berkurang, dan ujungnya berdampak pada iklim investasi di jalan tol lantaran ada target pembangunan jalan yang harus dikebut pemerintah hingga 2024.
"Jangan sampai berdampak tehadap ketertarikan mereka menggunakan jalan tol menjadi menurun. Ini tentu akan berdampak pada iklim investasinya. Investor tidak lagi tertarik, sedangkan ada target pemerintah untuk membangun jalan tol sepanjang 5.000 km," ujarnya.
Di samping itu, Sudewo mengakui gagasan teknologi MLFF ini cukup bagus karena bisa mempercepat mobilitas masyarakat dan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Selain itu, beban biaya yang diakibatkan dari kemacetan akibat antrean di pintu tol juga bakal terpangkas.
"Kita harapkan (BUJT) tidak terbebani lagi oleh karena pelaksanaan MLFF ini. Pada prinsipnya penggunaan MLFF ini cukup positif karena apabila bisa terlaksana dengan baik, ada kemudahan yang dirasakan oleh masyarakat, bisa mengurangi kemacetan, pergerakan semakin cepat, sehingga di situlah akan mendorong perekonomian nasional," tuturnya.
Menurutnya, uji coba MLFF yang ditargetkan pada Juni 2023 mendatang terburu-buru. Sebab Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai regulasi untuk penerapannya akan diterbitkan bulan depan, sedangkan Komisi V DPR RI belum sempat rapat mendengarkan pendapat dengan para BUJT. Itu karena pada 17 Februari mendatang anggota DPR masuk masa reses, sedangkan masa persidangan mulai awal April.
"RPP diterbitkan bulan Maret, tapi saya juga pesimis karena perlu mengundang asosiasi, YLKI, juga mengundang pemerintah untuk mematangkan persiapan, mendengarkan apa keluhan dan masukan dari stakeholder," tutur dia.
Editor: Jujuk Ernawati