Sudah Banyak Pungutan, Pengusaha Harap Aturan Bea Masuk Impor Pakaian Dikaji Ulang
                
                JAKARTA, iNews.id - Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (Apregindo) berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor produk pakaian dan aksesori pakaian.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian.
                                Ketua Umum Apregindo Handaka Santosa mengatakan, kebijakan itu akan menambah beban biaya pelaku industri ritel. Pasalnya, sudah banyak pungutan biaya yang dibebankan kepada pengusaha ritel saat ini.
Dia menjelaskan, untuk garmen impor sudah harus membayar bea masuk sebesar 25 persen, pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen, Pajak Penghasilan (PPh) impor sebesar 7,5-10 persen, dan biaya surveyor 1-2 persen.
"Jadi total sudah 45 persen pajak yang dikeluarkan produk impor," kata dia dalam Market Review IDX Channel, Jumat (19/11/2021).
Handaka menuturkan, biaya pajak impor yang tinggi tersebut belum termasuk biaya penyewa pusat perbelanjaan.
"Jadi kami baru terima barang, belum jualan sudah dikenakan setinggi itu. Ditambah pada waktu masuk ke mal, ada PPN lagi untuk service dan rental 10 persen," ujarnya.
Dia menuturkan, penambahan BMTP ini dikhawatirkan akan menurunkan keuntungan perusahaan, sehingga berakibat pada penurunan kontribusi pajak. Di sisi lain, dia juga menilai garmen impor bukan pesaing dari garmen lokal, sehingga tidak akan mematikan pengusaha lokal.
"Ritel ini merupakan padat karya, bukan modal. Jadi kalau pendapatan turun terpaksa kami mengurangi toko yang ada di pusat perbelanjaan. Di sisi lain, saya khawatir akan terjadi penurunan income dari pemerintah baik dari bea masuk, PPN impor," tutur Handaka.
Editor: Jujuk Ernawati