Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kemenko Perekonomian Buka Suara soal Kabar Kesepakatan Dagang RI-AS Terancam Batal
Advertisement . Scroll to see content

Tarif Impor Komoditas Pangan Rendah, Petani Lokal Tambah Susah

Minggu, 16 Oktober 2022 - 22:21:00 WIB
Tarif Impor Komoditas Pangan Rendah, Petani Lokal Tambah Susah
Petani di Gresik bersemangat setalah pemerintah berencana membeli kedelai lokal Rp10.000 per kg. (Foto: Agus Ismanto)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, mengkritisi tarif impor komoditas pangan yang rendah. Hal itu tak hanya membuat Indonesia diserbu komoditas pangan impor, tetapi juga menyebabkan pertani lokal tambah susah. 

Menurut dia, kebijakan tarif impor komoditas pangan yang rendah disebabkan orientasi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri hanya memperhatikan sisi konsumen, namun abai melihat nasib petani.

Dengan tarif impor komoditas pangan yang rendah, petani lokal makin susah untuk bersaing karena ongkos produksi pertanian di dalam negeri lebih mahal dibandingkan barang impor.

"Sejak awal tahun 2000-an Indonesia itu kan harus memenuhi syarat-syarat IMF, jadi pasar pangan Indonesia harus dibuka selebar-lebarnya, tarif impor diturunin, sekarang tarif impor untuk seluruh komoditas pangan hampir 0 persen sampai 5 persen," ujar Dwi Andreas saat dihubungi MNC Portal, Minggu (16/10/2022).

Dia mengungkapkan, pembebanan tarif bea masuk tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2017 tentang Penetapan Klasifikasi Barang dan Pembebanan Bea Tarif Masuk atas Barang Impor.

"Itulah yang menghancurkan petani kecil kita, sehingga untuk komoditas tertentu yang tidak dilindungi ya hancur-hancuran lah, orang gandum 100 persen kita impor, bawang putih hampir 100 persen kita impor, kedelai 97 persen kita impor, lalu kemudian gula 70 persen kita impor," ungkap Dwi Andreas.

Padahal komoditas tersebut sebetulnya bisa ditanam di Indonesia, namun biaya ongkos produksi masih cukup tinggi, sehingga secara harga jual ke konsumen tidak bisa bersaing dengan produk impor.

"Misalnya bawang putih, ditanam itu bisa, tinggal produk bawang putih lokal mampu berkompetisi atau tidak.  Selama tidak ada kebijakan terkait dengan tarif impor, ya pasti gagal, gimana bisa bersaing dengan harga bawang putih impor yag murah," kata Dwi Andreas.

Dia menambahkan, secara tidak langsung kebijakan pemerintah untuk membuka pintu impor selebar-lebarnya membuat petani menjadi enggan untuk bertani, sebab barang impor harganya lebih murah di pasar karena ada keringanan pajak bagi importir.

Editor: Jeanny Aipassa

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut