Utang Indonesia Capai Rp7.052,5 Triliun di Akhir Maret, Apa Saja Rinciannya?
JAKARTA, iNews.id - Per akhir Maret 2022, posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.052,50 triliun dengan Debt to GDP ratio sebesar 40,39 persen. Secara nominal, terjadi peningkatan total utang pemerintah seiring dengan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman di bulan Maret 2022, untuk menutup pembiayaan APBN.
Adapun komposisi utang ini terdiri dari 88,24 persen SBN sebesar Rp6.229,94 triliun dan 11,76 persen Pinjaman sebesar Rp829,56 triliun. Untuk SBN, dari segi domestik adalah sebesar Rp4.962,34 triliun, dan valas sebesar Rp1.260,61 triliun. Sementara untuk pinjaman dalam negeri adalah sebesar Rp13,20 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp816,36 triliun.
Dikutip dari APBN Kita edisi April 2022, asil Article IV yang dirilis oleh IMF pada Maret 2022 melaporkan bahwa kondisi utang pemerintah tergolong manageable. Rasio utang diperkirakan stabil pada 41 persen PDB dalam jangka menengah, sepanjang aturan fiskal kembali normal di 2023, yaitu defisit 3 persen PDB di 2023 dan menurun rata-rata di kisaran 2,2 persen PDB pada jangka menengah.
"Sepanjang periode 2020-2021, Indonesia Sovereign Rating tetap stabil di tengah kondisi yang volatile. Lembaga Fitch Rating mengafirmasi peringkat pada level BBB (outlook stable) dan menyatakan kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih kuat serta berprospek baik," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip MNC Portal pada Senin(25/4/2022).
Moody's juga mempertahankan rating pada level Baa2 (outlook stable), dilihat dari ekonomi Indonesia yang terbukti resilient serta kebijakan makroekonomi dan moneter yang telah dijalankan dengan efektif. Komposisi utang Pemerintah dikelola dilakukan secara prudent, fleksibel dan oportunistik sehingga terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali.
Berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,24 persen dari seluruh komposisi utang akhir Maret 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,55 persen. Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05 persen, dan per 12 April 2022 mencapai 17,60 persen.
Dari segi jatuh tempo, total utang Pemerintah sebesar Rp7.052,50 tidak semata-mata harus dibayar secara keseluruhan pada waktu yang sama. Melainkan, komposisi utang Pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal.
Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo (average time to maturity) sebesar minimal 7,0 tahun hingga 2025, di mana sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,66 tahun.
Pemerintah telah melakukan langkah strategis dan oportunistik, debt switch dan liability management untuk menjaga komposisi utang tetap optimal. Transaksi debt switch atau penukaran pada tanggal 24 Maret 2022 yang dimenangkan Pemerintah senilai Rp3,76 triliun. Hal ini untuk mengantisipasi risiko global dan mengurangi risiko jatuh tempo.
"Sementara transaksi liability management tanggal 29 Maret 2022 dengan skema Tender Offer, untuk membeli kembali sembilan seri Global Bond yang dimiliki investor, dengan tujuan lain yaitu penghematan biaya utang dari penurunan beban bunga," tutur Sri Mulyani.
Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan akan terus berlanjut. Pemerintah terus menjaga rasio utang, dengan mengedepankan pemanfaatan pembiayaan non utang, seperti optimalisasi pemanfaatan SAL sebagai buffer fiskal, serta implementasi SKB III dengan BI.
"Upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah melalui pembiayaan kreatif dan inovatif untuk pembiayaan Infrastruktur dengan mengedepankan kerjasama (partnership) berdasarkan konsep pembagian risiko yang fair. Instrumen dari pembiayaan kreatif ini terdiri atas PPP atau KPBU, Blended Financing serta SDG Indonesia One," ungkap Sri Mulyani.
Editor: Jeanny Aipassa