Bank Sentral Jepang: Bitcoin Diperdagangkan untuk Tujuan Spekulatif

TOKYO, iNews.id - Gubernur bank sentral Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan, kenaikan harga baru-baru ini pada bitcoin tidak normal.
Mengutip Xinhua, Jumat (22/12/2017), Gubernur Bank of Japan itu membuat pernyataan pada sebuah konferensi pers setelah pertemuan dua hari kebijakan bank sentral tersebut.
Di Jepang, harga bitcoin mencapai 2 juta yen (17.640 dolar AS) awal bulan ini pada bursa utama, mencatat kenaikan 20 kali lipat sejak Januari sekitar 100.000 yen (882 dolar AS).
"Ini bukan tempat saya untuk mengatakannya, tapi jika Anda melihat grafiknya, jelas bahwa lompatan (harga) tidak normal," kata Kuroda.
Dia juga mengatakan, bitcoin tidak seperti mata uang konvensional, tidak dikendalikan oleh bank sentral atau pemerintah dan tidak memiliki fungsi yang sama seperti mata uang sebagai alat pembayaran atau settlement.
"Bitcoin diperdagangkan untuk investasi atau tujuan spekulatif," katanya.
Bitcoin adalah mata uang digital utama tanpa ikatan dengan bank atau pemerintah mana pun. Hal ini didukung oleh teknologi blockchain, sebuah sistem buku besar digital yang menggunakan kriptografi.
Kredibilitas mata uang virtual telah menjadi perhatian banyak orang, terutama setelah penghentian tiba-tiba pada tahun 2014 di bursa berjangka bitcoin Jepang MtGox Co.
Mata uang virtual juga menimbulkan kontroversi mengenai potensi penggunaan pencucian uang dan pelarian modal, karena memungkinkan pengguna untuk mengeluarkan dan mentransfer uang secara anonim.
Polisi mengatakan bulan lalu bahwa 170 kasus dugaan pencucian uang terkait kripto termasuk bitcoin dilaporkan terjadi di Jepang dari bulan April sampai September.
Jepang merevisi undang-undangnya tahun lalu untuk mengatur transaksi mata uang virtual termasuk bitcoin, sehingga mencegah penggunaannya dalam terorisme atau pencucian uang dan melindungi kepentingan pemiliknya.
Menurut revisi undang-undang, mata uang virtual bisa digunakan untuk settlement. Tapi pertukaran transaksi mata uang virtual harus terdaftar di Financial Services Agency.
Editor: Ranto Rajagukguk