Dipimpin WN China, Ini Modus Fintech Ilegal di Pluit yang Digerebek Polisi
JAKARTA, iNews.id - Polres Jakarta Utara menggerebek kantor PT Vega Data dan PT Barracuda Fintech Indonesia di kawasan Pluit, Jakut. Kedua perusahaan fintech itu diduga melakukan praktik pinjaman online ilegal.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Budhi Hardi menyebut kedua perusahaan itu dipimpin oleh Mr Li. Warga negara (WN) China tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Polisi menetapkan lima tersangka, tiga warga negara China dan dua warga negara Indonesia (WNI)," kata Budhi di Jakarta, Senin (23/12/2019).
Dua WNI, yakni DS dan AR juga ditetapkan tersangka. DS berperan sebagai debt collector sementara AR menjabat supervisor di perusahaan yang memiliki 76 karyawan itu. Adapun dua WN China lain yang belum diketahui perannya masih buron.
"Kami masih memburu dua warga negara China lainnya," katanya.
Budi mengungkapkan, modus pinjaman online ilegal ini dilakukan dengan mengirimkan SMS ke beberapa nomor secara acak (blasting). Isinya berupa pesan ajakan atau tawaran untuk meminjam uang dengan cepat dan tanpa agunan.
Bila tertarik, calon peminjam bisa meng-klik tautan (link) yang disisipkan dalam SMS. Saat itulah, calon peminjam langsung ditawari untuk mengunduh aplikasi fintech tersebut dan diminta mengisi data pribadi, termasuk KTP dan NPWP.
Peminjam, kata Budhi, wajib menandatangani perjanjian kerja sama yang merugikan dirinya. Dalam perjanjian itu, perusahaan bisa mengakses data pribadi yang ada di ponsel korban, termasuk nomor telepon di daftar kontak.
Data-data itu bisa digunakan bila peminjam wanprestasi seperti terlambat atau tidak membayar cicilan. Perusahaan bahkan tidak segan untuk mengancam peminjam hingga menghubungi orang-orang yang berada di daftar kontak ponsel.
Kedua fintech itu mengelola dua aplikasi yaitu Cash-Cash dengan 17.560 peminjam dan Toko Tunai dengan 84.785 peminjam. Nilai pinjaman yang diberikan antara Rp500.000-Rp2.500.000. Pinjaman yang diajukan akan dipotong di awal dengan modus biaya administrasi Rp300.000
"Jika terlambat membayar, maka ada denda sebesar Rp50.000 per hari," ucapnya.
Budhi memastikan, kedua fintech tersebut ilegal karena tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Editor: Rahmat Fiansyah