Taliban Hanya Bisa Akses Sekitar 0,2 Persen Cadangan Devisa Afghanistan
KABUL, iNews.id - Taliban dipastikan hanya dapat mengakses cadangan devisa Afghanistan sebesar 0,1 persen sampai 0,2 persen. Selain itu, Taliban juga diperkirakan akan kesulitan untuk mendapatkan dana dari penambangan ilegal dan produksi opium.
Ajmal Ahmady, mantan Gubernur Bank Sentral Afghanistan atau Da Afghanistan Bank (DAB), mengatakan telah meminta agar cadangan devisa DAB di sejumlah negara dibekukan.
Menurut dia, DAB memiliki cadangan devisa sekitar 9 miliar dolar AS atau sekitar Rp129,736 triliun yang sebagian besar disimpan di Amerika Serikat (AS).
“Kami dapat mengatakan bahwa dana yang dapat diakses oleh Taliban mungkin sekitar 0,1 persen sampai 0,2 persen dari total cadangan devisa Afghanistan,” ujar Ajmal Ahmady, mantan Gubernur Bank Sentral Afghanistan atau Da Afghanistan Bank (DAB), seperti dikutip BBC, Rabu (25/8/2021).
Dia menjelaskan, sebagian besar cadangan DAB disimpan dalam aset yang aman dan likuid seperti obligasi Treasury AS dan emas lepas pantai, sesuai standar internasional.
Pekan lalu, seorang pejabat AS mengkonfirmasi bahwa setiap aset bank sentral yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan tersedia untuk Taliban."
Tidak memiliki akses ke cadangan DAB berarti uang tunai tidak dapat didistribusikan ke publik. Tanpa uang tunai, dan karena itu tidak ada cara bagi orang untuk membeli makanan atau membayar sewa, ekonomi terhenti.
Dia mengungkapkan, kemampuan Taliban untuk mendapatkan dana yang cukup dari penambangan ilegal, produksi opium atau rute perdagangan adalah terlalu optimis.
Dalam sebuah artikel baru-baru ini di Financial Times, Ajmal Ahmady mengatakan klaim Taliban bisa mendapatkan dana yang cukup dari penambangan ilegal, produksi opium atau rute perdagangan "terlalu optimis".
“Pendapatan Taliban dari sumber-sumber tersebut dapat dianggap relatif besar jika hanya menjalankan kampanye pemberontakan. Hal itu, sepenuhnya tidak memadai untuk menjalankan pemerintahan yang fungsional," kata Ajmal Ahmady.
Para pemimpin internasional menyatakan Taliban harus membuktikan bahwa mereka mampu memerintah secara efektif, dan bersedia berkompromi untuk mendapatkan kembali dana asing dan pencairan cadangan devisa yang dibekukan.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, mengatakan negara-negara G7 memiliki "pengaruh yang sangat besar" baik dari sisi ekonomi, diplomatik dan politik" dengan Taliban, termasuk menahan dana yang besar. Negara-negara G7 adalah Inggris, AS, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang.
"Tampaknya G7 dan AS bersedia melakukan apa yang disebut keterlibatan bersyarat, yaitu Taliban harus berperilaku agar masyarakat internasional mencairkan cadangan devisa Afghanistan, dan memungkinkan akses Taliban ke aset bank sentral Afghanistan," ujar Fawaz Gerges, profesor hubungan internasional di London School of Economics (LSE), seperti dikutipBBC, Rabu (25/8/2021).
Editor: Jeanny Aipassa