Bertahan di Tengah Pandemi, AMTI Sebut Industri Hasil Tembakau Tak Ada PHK
JAKARTA, iNews.id - Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) memastikan sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) masih dapat bertahan meskipun menghadapi berbagai tekanan. Tekanan ini baik dari sisi regulasi maupun dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut terbukti dengan sektor IHT yang masih dapat mempertahankan para tenaga kerja, di tengah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) saat ini. Meski diakui, saat ini industri pengolahan tembakau tengah mengalami kontraksi sebesar 10,84 persen.
"Kita melihat industri yang lain itu mengalami goncangan besar, termasuk ya itu ada PHK. Namun, di sektor IHT kita memang diharuskan untuk tidak melakukan PHK, alhamdulillah kita bisa mempertahankan itu dengan baik, semoga kinerja ini terus bertambah dan dipertahankan," ujar Ketua AMTI Budidoyo pada diskusi publik via online Kamis (6/8/2020).
Namun, AMTI mengamati tekanan terhadap IHT masih akan terjadi ke depannya. Dari sisi regulasi, seperti revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang mengharuskan perluasan gambar kesehatan hingga 90 persen, melarang iklan dan promosi rokok dan mengetatkan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok.
Kendala lainya adalah, terkait ratifikasi konvensi pengendalian masalah tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Hal tersebut dinilai dapat mengganggu ekspor produk rokok Indonesia ke luar negeri.
"Kami mohon kepada pihak-pihak terutama di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Pertanian (Kementan) soal ratifikasi FCTC ini bagi kami menjadi masalah besar” kata Budidoyo.
Dia berharap pemerintah tetap melindungi nasib para pihak yang bergantung pada IHT. Budidoyo juga menginginkan pemerintah dapat segera mengendalikan isu-isu yang dapat merugikan pengusaha tembakau lokal seperti adanya gagasan menaikkan harga rokok menjadi Rp100.000.
“Misalnya kemarin lontaran gagasan Menteri Sosial soal harga rokok Rp100.000, menurut kami, kalau Indonesia pendapatan per kapita seperti Singapura ya sah-saha saja. Ini kan tidak, kita masih sepersepuluh dari itu. Itu menghambat kinerja kami,” kata dia.
Editor: Ranto Rajagukguk