Diserbu OTT Asing, Pemerintah Dinilai Lambat Terbitkan Aturan
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah dinilai lambat dalam membuat aturan mengenai over the top (OTT) sehingga banyak perusahaan asing mengeruk keuntungan di Indonesia dan membuat pemain lokal sulit bersaing. Sebab, perusahaan OTT seperti YouTube, Google, Facebook, seharusnya sudah dibuat regulasinya sejak dua tahun lalu sebelum membesar seperti sekarang.
"Ini sayangnya kita terlambat dibiarkan terlambat, pemikiran untuk mengatur bisnis OTT ini seharusnya sudah dua tahun yang lalu terpikirkan. Inilah yang harus disegerakan untuk segera diwujudkan," kata Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Pieter Abdullah Redjalam kepada iNews.id, Minggu (4/2/2018).
Dia menyatakan, perusahaan-perusahaan besar tersebut memiliki konsumen dalam porsi yang cukup besar di dalam negeri. Namun, perusahaan itu sama sekali tidak membayar pajak atau berkontribusi pada perekonomian Indonesia.
"Bahkan pada waktu kita ingin mengambil pajak dari mereka, Google, ini jadi masalah panjang. Itu tidak akan terjadi kalau bisnis ini sudah sedari awal sudah ada aturan main yang jelas," ucapnya.
Menurut dia, perusahaan OTT harus memiliki kantor cabang di Indonesia supaya memudahkan untuk dikontrol. Selain itu akan memudahkan komunikasi jika ada suatu konten yang salah sehingga bisa segera ditindaklanjuti.
Kemudian, dengan tidak adanya kantor cabang maka perusahaan-perusahaan ini tidak menyerap tenaga kerja Indonesia. Hal tersebut tidak sebanding dengan keuntungan yang telah dinikmati selama ini dari Indonesia.
"Kita juga tidak mendapatkan manfaat dari bisnis ini. Mereka tidak meyerap tenaga kerja dan tidak memberikan kontribusi kepada perekonomian kita," ujarnya.
Ia meminta kewibawaan pemerintah untuk menindak tegas perusahaan tersebut dengan tidak memperbolehkan berbisnis di Indonesia. Selain itu, adanya aturan bagi perusahaan OTT asing akan menghasilkan kesetaraan dengan perusahaan dalam negeri, baik dari sisi hukum maupun dalam hal membayar pajak.
"Jadi kita tidak boleh takut kita tidak mendapatkan manfaat dari mereka. Bukan kita butuh mereka tapi mereka juga butuh kita. Jadi kalau seandainya YouTube tidak mau dan kita tutup di sini ya tidak apa-apa," kata dia.
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, Peraturan Menteri mengenai penyedia layanan Over the Top (OTT) asing dipastikan akan rampung pada Maret 2018. Dalam peraturan ini berisi bahwa penyedia layanan OTT harus membayar pajak, termasuk OTT Asing.
Editor: Ranto Rajagukguk