Dituding Tak Bisa Beli Beras Petani, Ini Jawaban Bulog
JAKARTA, iNews.id - Perusahaan Ummum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) angkat bicara perihal pernyataan Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dedi Mulyadi. Bulog menjawab tentang kegagalan menyerap gabah beras petani.
Sekretaris Perusahaan Bulog Awaludin Iqbal menyebut, saat ini manajemen tengah fokus dalam menyerap gabah beras petani. Bahkan, hingga saat ini penyerapan sudah mencapai 158.000 ton.
"Saat ini kami semua sedang fokus kepada penyerapan gabah beras petani, dan sampai saat ini realisasinya sudah mencapai 158.000 ton," ujar Awaludin saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Kamis (25/3/2021).
Terkait skema penyerapannya, Bulog tetap mengikuti ketentuan atau prosedur penyerapan gabah sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020. Sebelumnya, Dedi mengutarakan Bulog tak memiliki kemampuan menyerap gabah petani, sehingga para petani menjual hasil padinya ke tengkulak. Namun, seringkali tengkulak tidak semuanya memiliki modal yang cukup.
"Banyak tengkulak yang baru bisa membayar setelah penjualan, sehingga ada titik waktu banyak para petani kecil yang mengalami kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi.
Tak hanya itu, dia juga menilai Bulog tidak maksimalnya menyerap gabah petani. Daya serap Bulog itu rendah, karena sering kali membeli beras di bawah tengkulak.
Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp3.800 per kilogram. Hal itu karena memang Bulog memiliki kehati-hatian dalam membeli gabah.
Perusahaan juga ternyata tidak mampu menjual beras. Hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya stok lama yang tak bisa keluar. "Banyak beras lama tak terpakai berarti tak bisa keluar kan, sehingga mengalami kerusakan," kata politisi Golkar ini.
Bulog tak memiliki gudang dengan teknologi memadai dalam penyimpanan beras. Akibatnya, beras yang disimpan di gudang tidak bisa bertahan lama sehingga mudah busuk. Selama ini, Bulog menyimpan beras hanya dengan mengandalkan memakai valet, sehingga beras tidak bisa bertahan lama.
"Jadi Bulog itu seperti terperangkap. Beli (gabah) nggak bisa, jual (beras) juga nggak bisa. Bahkan beras sisa impor yang tahun 2018 dan 2019 pun belum terjual. Ini yang menjadi problematika dari sisi pengelolaan," kata Dedi.
Editor: Ranto Rajagukguk