Dolar AS Ditutup Tembus Rp14.600, Terparah di Asia Setelah Rupee India
JAKARTA, iNews.id – Mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot anjlok hampir satu persen pada penutupan perdagangan Senin (13/8/2018) sore.
Mengutip data Bloomberg, rupiah berada di level Rp14.608 per dolar AS, turun 130 poin atau 0,9 persen dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp14.478 per dolar AS.
Rupiah langsung dibuka melemah di Rp14.579 per dolar AS dan terus tertekan hingga tembus ke level Rp14.600 per dolar AS. Mata uang Garuda sepanjang perdagangan bergerak dalam rentang Rp14.544-14.617 per dolar AS. Sementara sejak awal tahun, rupiah melemah 7,8 persen terhadap greenback.
Sementara data Reuters menunjukkan rupiah pada melemah hingga ke Rp14.636 per dolar AS. Rupiah bergerak pada kisaran Rp14.500- 14.653 selama sesi perdagangan.
Berdasarkan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia Senin 13 Agustus 2018, rupiah turun 146 poin menjadi Rp14.583 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.437 per dolar AS.
Pelemahan tersebut membuat rupiah mencatatkan performa paling buruk di Asia setelah rupee. Mata uang India itu anjlok hingga 1,4 persen ke level 69,79. Kendati demikian, hampir semua mata uang negara emerging markets tertekan.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, data ekonomi dalam negeri yang dinilai kurang baik menjadi salah satu faktor yang menekan rupiah terhadap dolar AS.
BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2018 mencapai 8 miliar dolar AS atau tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen terhadap PDB.
Dari sisi eksternal, lanjut dia, sentimen mengenai gejolak ekonomi Turki turut menjadi faktor yang membuat sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS.
"Diketahui, Turki memiliki banyak eksposure utang terhadap Eropa sehingga ketika ekonomi Turki di ambang krisis maka akan mempengaruhi ekonomi Eropa dan dapat berdampak ke negara di kawasan Asia," katanya.
Sementara Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan Turki terancam krisis keuangan, investor global fokus dengan kondisi ekonomi di Turki seiring dengan meningkatnya kontrol ekonomi dari Presiden Erdogan dan memburuknya hubungannya dengan AS.
"Nilai tukar lira Turki mencatatkan depresiasi tajam. Efek Turki ini dikhawatirkan membuat mata uang dolar AS menguat dan sebaliknya emerging markets lain termasuk rupiah melemah," katanya.
Krisis mata uang yang terjadi di Turki membuat indeks dolar AS mencatat rekor tertinggi ke level 96 poin. Selain itu, mata uang safe haven lain seperti Yen Jepang dan Franc Swiss juga menguat di tengah tingginya ketidakpastian global.
Editor: Rahmat Fiansyah