Harga Bea Meterai Naik Jadi Rp10.000, YLKI Sebut Terlalu Mahal
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah dan DPR sepakat menaikkan harga bea meterai menjadi Rp10.000 dari yang sebelumnya Rp6.000 dan Rp3.000. Kenaikan tersebut dinilai terlalu tinggi.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai, kenaikan harga antara 66-2.300 persen tersebut terlalu besar. Dampak kenaikan akan signifikan seperti pada tagihan listrik dan air.
"Kenaikannya jangan sebesar itu, cukup 25-30 persen dari tarif sekarang, karena kenaikan itu nanti akan berimplikasi panjang untuk kenaikan tagihan listrik, PAM, dan lain-lain," katanya saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).
Meski begitu, dia menyebut kenaikan harga meterai tak terlalu berdampak kepada pengeluaran masyarakat. Pasalnya, bea meterai bukan kebutuhan primer.
"Secara umum tidak, karena materai bukan kebutuhan pokok. Masyarakat hanya sekali-kali saja menggunakan materai," ujarnya.
Dalam draf, Rancangan UU Bea Meterai, terdapat perluasan objek pengenaan bea meterai dari yang terbatas pada dokumen kertas juga mencakup elektronik sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Beberapa dokumen yang wajib meterai yaitu surat perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya, akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
Lalu akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya, surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
Bea meterai tidak berlaku pada dokumen seperti dokumen terkait lalu lintas orang dan barang, surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang.
Kemudian, bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim, segala bentuk ijazah, tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat terkait.
Lalu tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan lembaga lainnya, kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank, dan lembaga lainnya.
Lalu tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi, dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian kepada nasabah.
Surat gadai, tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter.
Editor: Rahmat Fiansyah