Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Raperda KTR Ditinjau Ulang, Asosiasi Pedagang Pasar Minta Pasal Larangan Penjualan Dihapus
Advertisement . Scroll to see content

Jelang Tahun Baru, Asosiasi Pedagang Pasar: Omzet Turun 30 Persen

Sabtu, 30 Desember 2017 - 22:04:00 WIB
Jelang Tahun Baru, Asosiasi Pedagang Pasar: Omzet Turun 30 Persen
Ilustrasi (Foto: iNews.id)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Harga komoditas pangan selalu melonjak setiap menjelang Natal dan tahun baru. Kondisi tersebut membuat pembeli mengerem belanja dan omzet pedagang pasar pun makin turun.

"Sepi, dagangnya semakin sepi. Omzet turun banget, lebih dari 30 persen," kata Wakil Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran, kepada iNews.id, Sabtu (30/12/2017).

Untuk itu pemerintah menggelar operasi pasar dalam rangka menstabilkan harga komoditas pangan dan pasokannya di pasaran. Namun meski pemerintah sudah melakukan upaya ini, nyatanya tetap tidak bisa mengerem lonjakan harga.

"Pertanyaannya walaupun itu (operasi pasar) digelontorkan itu digelontorkannya ke mana, barangnya ada di mana, kemudian harganya kenapa tidak turun-turun malah naik?" ucapnya.

Salah satu operasi pasar yang dilakukan pemerintah adalah dengan menugaskan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) dengan menyebar sejumlah komoditas pangan strategis, salah satunya beras. Namun, kualitas beras yang disebar dikabakarkan sangatlah jelek.

Jeleknya kualitas beras Bulog membuat masyarakat enggan membeli. Dengan kualitas yang jelek, menurut dia, masyarakat pasti akan lebih memilih membeli beras biasa meski harus membayar lebih mahal.

“Kalau barang (beras Bulog) yang di operasi pasar itu dengan kualitas yang tidak layak dibeli masyarakat, bagimana masyarakat mau membeli walaupun orang miskin dengan uang yang sangat susah,” kata dia kepada iNews.id, Sabtu (30/12/2017).

Ia melanjutkan, dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar mengonsumsi beras untuk makanan pokoknya, kualitas beras yang baik sangat diperlukan. Sebab, jika berasnya terasa enak maka tidak perlu beli daging, ayam, atau telur untuk makan tapi cukup dengan daun singkong dan garam saja.

“Nah kalau berasnya enak kan tidak harus beli daging atau telor, cukup dengan daun singkong dan garam orang pun mau,” ucapnya.

Beras bulog ini memang ditujukan untuk dibeli masyarakat dengan harga yang murah yaitu di kisaran Rp8.100-8.500. Tapi, pasokan beras yang ada di Bulog kerap tak layak konsumsi karena bau.

Menurut dia, seharus pemerintah mau berusaha sedikit dengan memproses ulang misalnya menyosoh beras Bulog sehingga layak dikonsumsi. Walaupun memang harganya akan sedikit berubah, dikarenakan dalam menyosoh tersebut ada biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan.

“Tapi kalau beras itu diproses ulang, katakanlah disosoh, beras itu kalau dimasukkan mesin sosoh kan menjadi layak dimakan. Mungkin memang harganya berubah karena ada ongkos buat sosoh, ada ongkos buat truk naik-turun, ada kuli tentu harganya menjadi tidak bisa dijual dengan harga segitu. Nah itu kan pemerintah (mau) menoleransi atau tidak,” tutur dia.

Ketimbang mengeluarkan uang untuk beras yang tidak layak konsumsi, masyarakat lebih memilih untuk membeli beras dengan harga yang lebih mahal. Berbeda jika beras sejahtera yang memang ditujukan untuk dibagi-bagi secara gratis untuk masyarakat tidak mampu.

"Kecuali yang raskin itu kan untuk subsidi yang tidak perlu beli, dikasih ke rakyat. Ini kan dibeli oleh masyarakat dengan uang masyarakat," kata dia.

Editor: Ranto Rajagukguk

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut