Kebanjiran Baja Luar Negeri, Darmin Minta Industri Bisa Bersaing
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah meminta industri nasional bisa bersaing dengan produk luar meski pasar Tanah Air dibanjiri pasokan baja dan alumunium dari impor. Hal ini menyikapi rencana tarif impor Amerika Serikat (AS) yang membuat produk baja dan alumunium asal China merangsek masuk ke pasar Indonesia.
“Kita akan mengalami dampaknya bahwa China, Jerman yang tadinya mengekspor baja pasti dia cari pasar yang lain. Nah buat industri baja kita tentu itu tantangan dan saingan,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Dia meyakini perusahaan baja dan alumunium swasta serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa bersaing jika bercermin dari kinerja yang masih positif dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, dengan harga baja dan alumunium yang makin kompetitif, industri hilir selaku konsumen bahan baku itu akan menghasilkan produk yang lebih murah.
“Tapi buat konsumen malah senang aja kalau harga barangnya turun,” tutur dia,
Dari data World Steel Association, produksi baja China pada tahun lalu mencapai 831,7 juta metrik ton atau yang terbesar di dunia. Sedangkan di bawahnya adalah produksi baja uni Eropa sebesar 168,7 juta metrik ton.
Produksi baja AS sendiri hanya mencapai 81,6 juta ton. Sedangkan produksi indonesia hanya mencapai 4,8 juta metrik ton.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya mengatakan, pemerintah tak akan tinggal diam jika pasar Indonesia dibanjiri baja dan alumunium dari luar negeri. Pasalnya, industri baja dan alumunium dalam negeri akan rugi besar jika kedua produk asal luar negeri tersebut masuk dalam jumlah besar.
Enggar menuturkan, akan membuat semacam tameng atau kebijakan anti-dumping agar baja yang berasal dari negara-negara lain bisa dikenakan pajak bea masuk impor.
"Dengan anti-dumping dan segala macam. Jadi, artinya kita harus waspada karena ingat ini bagian dari deregulasi paket kebijakan yang kita keluarkan itu post border kan. Artinya, menuntut kami di Kemendag harus lebih hati-hati lagi," ujarnya.
Pemerintah akan segera berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan terkait pengenaan pajak bea masuk lintas negara (post border). Namun, keputusan tarif juga akan melibatkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) karena berkaitan dengan industri hilir.
"Tapi ini kan sekali lagi ibarat buah simalakama. Kalau saya kenakan biaya di sini, industri hilir protes. Kita tidak kenakan industri hulu yang protes. Jadi Menperin yang kita minta menghitung," katanya.
Editor: Ranto Rajagukguk