Lawan Mafia Pangan, Mentan Genjot Produksi dan Tata Distribusi Pasar
JAKARTA, iNews.id – Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) menyoroti faktor-faktor di luar pasokan dan permintaan yang memengaruhi harga pangan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan adanya permainan sejumlah oknum atau mafia yang memanfaatkan celah untuk mereguk untung dari pasar pangan.
Ketua Umum KTNA Winarno Tohir mencontohkan harga bawang merah di tingkat petani Rp15.000 per kilogram (kg). Di pedagang pasar yang lokasinya tak berap jauh dari petani harga sudah berubah di atas Rp30.000 per kg. Pada rantai perdagangan yang panjang harga berubah menjadi di atas Rp 40.000 per kg.
"Di sini terjadi asimetrikal marjin yang dinikmati para pelaku agribisnis, dengan marjin paling rendah ada di tingkat petani. Total marjin yang dinikmati pelaku bisnis tentunya harus ditanggung konsumen (rakyat atau masyarakat),” ujar Winarno dalam keterangan tertulisnya, Minggu (25/11/2018).
Jika beban yang ditanggung masyarakat ini wajar, tentu pemerintah terus mengawal dan menjaganya agar stabil dan berkelanjutan. Tetapi, jika beban tersebut tidak wajar maka pemerintah wajib hadir untuk menatanya agar keadilan ekonomi dapat dirasakan masyarakat.

Pada kondisi ini menurut Winarno, perang melawan mafia, pemburu rente tidak wajar, sangat diperlukan sebagai model pembangunan menuju ekonomi kemasyarakatan yang berkeadilan. "Karena dampak langsungnya adalah Inflasi. Sementara iniflasi (akibat distorsi pasar) ini tercipta bukan karena produksi dan supply yang kurang, tetapi akibat mafia di rantai pasok,” tutur dia.
Belum lagi efek domino dari hal tersebut tercipta opini bahwa dibutuhkan impor untuk mengendalikan harga. Pemerintah didesak untuk melakukan intervensi untuk menggelar operasi pasar sehingga harga pangan bisa turun. Fenomena semacam ini sering muncul dan mendistorsi pasar bahwa impor terjadi pada saat produksi petani lokal melebihi kebutuhan dalam negeri atau surplus.
Sementara itu, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri memaparkan, selama empat tahun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman serius bekerja memerangi mafia pangan agar nilai ekonomi pangan terdistribusi secara adil proporsional.
"Pak Menteri selalu mengingatkan agar Kementan menyokong petani untuk menggenjot produksi komoditi-komoditi pangan strategis. Khususnya beras, jagung pakan, bawang merah, cabe, dan protein hewani melalui Upaya Khusus (UPSUS) Padi, Jagung, Kedelai (PAJALE) , Cabe, dan Bawang Merah, serta UPSUS Sapi Indukan Wajib Bunting (SIWAB)," ujar dia.
Kuntoro melanjutkan, Amran juga selalu meminta lahan sawah pertanian ditanami dan sapi betina indukan diinseminasi buatan. Di samping produksi digenjot, pasar pun ditata agar efisien, serta dilakukan pengendalian rekomendasi impor secara ketat.
"Hasilnya menunjukkan bahwa jagung pakan, bawang merah, daging ayam, telur, dan domba sudah net-ekspor. Bukan itu saja, yang paling dramatik adalah turunnya angka inflasi pangan secara drastis dari 10,57 persen pada tahun 2014 menjadi 1,26 persen pada tahun 2017. Sebesar 9,31 persen inflasi dapat diturunkan,” kata Kuntoro.
Editor: Ranto Rajagukguk