Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pengumuman! ASN Boleh WFA pada 29-31 Desember 2025
Advertisement . Scroll to see content

Menakar Peluang Kenaikan Rating Surat Utang Indonesia

Senin, 08 Januari 2018 - 15:45:00 WIB
Menakar Peluang Kenaikan Rating Surat Utang Indonesia
Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai terus membaik. Realisasi APBN pada tahun lalu menunjukan asumsi makro yang mencakup angka pertumbuhan ekonomi, inflasi, harga minyak, nilai tukar rupiah, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan, lifting minyak dan gas, mendekati target.

Realisasi penerimaan negara juga lebih baik dibandingkan realisasi dua tahun sebelumnya. Penerimaan pajak menembus angka 90 persen padahal dua tahun sebelumnya yang berada di kisaran 80 persen dan 82 persen. Kenaikan penerimaan juga ikut mendorong serapan belanja negara yang terealisasi 94 persen.

Dengan APBN yang semakin kredibel, dua lembaga pemeringkat global yaitu Standard & Poors (S&P) dan Fitch mengerek rating surat utang atau obligasi Indonesia sepanjang 2017. Pada Oktober lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengaku dihubungi pihak S&P bahwa rating utang Indonesia yang kini sudah berada di level investment grade  akan kembali dinaikkan dari BBB- menjadi BBB pada tahun 2018.

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Bhima Yudistira Adhinegara menyebut meski menurutnya sulit, kenaikan rating surat utang Indonesia masih berpeluang naik.

“Sepertinya kemungkinan kenaikan peringkat lagi masih perlu waktu dan sepertinya tahun ini belum, terutama untuk standar peringkat dari S&P, kecuali target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen tercapai,” ujarnya.

Bhima mengatakan, persentase defisit anggaran juga masih dalam tren meningkat dalam lima tahun terakhir. Defisit tersebut, kata dia, juga berpotensi tinggi pada tahun ini mengingat ada gap yang cukup tinggi antara realisasi pajak 2017 dan target pajak 2018.

“Penerimaan pajak 2018 terancam mengalami shortfall paska tidak ada lagi tax amnesty. Pemerintah harus lebih kreatif mencari sumber penerimaan baru,” kata Bhima.

Selain itu, Bhima juga memperkirakan APBN tahun ini juga lebih berisiko karena tahun 2018 merupakan tahun politik. Selain itu, tekanan eksternal juga masih menjadi risiko terutama keputusan bank sentral The Fed yang diperkirakan menaikkan suku bunga acuannya tiga kali.

Bhima menilai, tahun ini justru menjadi pertaruhan supaya rating utang Indonesia tidak di-downgrade oleh S&P dan Fitch. Dia mengatakan, Fitch yang baru-baru ini menaikkan rating juga menyoroti soal dampak dari rendahnya penerimaan negara terhadap ketergantungan pembangunan infrastruktur pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Akibatnya, keuangan BUMN saat ini makin berisiko. Bhima menyebut, rata-rata arus kas (cashflow) empat BUMN karya, yaitu PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) minus hingga Rp3 triliun.

“Jika BUMN gagal bayar, yang akan menanggung adalah APBN sebagai collateral. Ini yang mesti diperhatikan pemerintah ke depannya,” ucapnya. 

Sementara itu, Ekonom BCA David Sumual juga belum melihat adanya tanda-tanda lembaga pemeringkat, terutama S&P yang akan mengerek rating surat utang Indonesia dalam waktu dekat.

Berdasarkan pengalaman, Indonesia membutuhkan waktu tiga tahun untuk menaikkan rating BBB- menjadi BBB pada tahun 1995. Dia mengatakan, pemerintah harus berupaya mengurangi defisit dengan mendongkrak penerimaan negara. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga perlu ditekan dengan meningkatkan kinerja ekspor.

Editor: Ranto Rajagukguk

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut