Pemerintah Diminta Perhatikan Keberlangsungan Badan Usaha Hilir Migas
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah diminta memerhatikan keberlangsungan usaha badan usaha hilir minyak dan gas bumi (migas). Hal ini seiring penurunan harga gas industri menjadi 6 dolar Amerika Serikat (AS) per MMBTU di tingkat konsumen.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaikhul Islam berharap, penurunan harga gas menjadi 6 dolar AS per MMBTU tidak tumpang tindih dengan aturan yang ada. Seperti diketahui, kebijakan penurunan harga gas tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri, Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik (Plant Gate),
"Ada perundangan yang enggak boleh ditabrak, misal peran BPH Migas mengatur toll fee. Pak Menteri punya kebijakan mengatur biaya distribusi itu bagus, tapi jangan nabrak undang-undang," kata Syaikhul dalam RDP virtual, di Jakarta, Senin (4/5/2020).
Anggota Komisi VII DPR Andy Yulianti Paris pun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan insentif penurunan harga gas industri. Sebab dia khawatir akan memberatkan negara seperti subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Untuk gas Malaysia mengurangi subsidi, kok kita menambah subsidi ini berbahaya seperti BBM," tuturnya
Adapun, dalam kesimpulan agenda rapat tersebut, DPR mendesak Kementerian ESDM menyesuaikan harga gas industri sesuai dengan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 yang pelaksanaannya dilakukan melalui penyesuaian harga gas hulu dengan pengurangan porsi pemerintah.
Selain itu, Komisi VII DPR dalam kesimpulan yang dibacakan Ketua Komisi VII Sugeng Suparwoto menyebutkan, penerapan harga gas juga perlu memerhatikan margin yang wajar bagi badan usaha hilir dan BUMN. "Mempertimbangkan keekonomian industri dan keberlangsungan usaha BUMN dan badan usaha hilir," kata Sugeng.
Editor: Ranto Rajagukguk