Pengusaha Kecewa Tidak Diajak Pemerintah Utak Atik DNI
JAKARTA, iNews.id - Pelaku usaha kecewa dengan rencana pemerintah mencoret puluhan sektor usaha yang ada dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Pasalnya, mereka mengklaim tidak diajak oleh pemerintah saat mengutak-atik daftar tersebut.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, tidak ada konsultasi antara pelaku usaha dan pemerintah saat 54 sektor usaha dicoret dari DNI. Akibatnya, kata dia, banyak pelaku usaha yang bingung dengan rencana tersebut.
"Pertama, waktu ini (DNI) dikeluarkan Pak menko, bingung semua, terus kedua, mereka menjelaskan lagi, berarti ini ada misintrerpretasi. Kita kan belum pernah dikonsultasikan," kata Shinta di Hotel Shangri-La Jakarta, Rabu (21/11/2018).
CEO Sintesa Group ini menilai, niat pemerintah untuk merelaksasi DNI sebenarnya baik karena bisa membuat investor, termasuk asing tertarik menanamkan modalnya di Indonesia.
"Pemerintah itu sebetulnya bagus, ini kan upayanya untuk menarik lebih banyak investasi, itu positif sebenernya, mungkin komunikasinya ini yang selama ini menimbulkan misinterpretasi," ucap Shinta.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelum mengklarifikasi bahwa 54 sektor usaha yang dicoret dari DNI bukan berarti boleh dimasuki oleh asing sepenuhnya. Menurut dia, ada sejumlah sektor usaha yang tidak bisa dimasuki asing meski dicoret dari DNI.
Shinta berharap, pemerintah bisa memperbaiki komunikasi dengan pemangku kepentinga terkait saat membuat kebijakan. Padahal, saat hendak merilis Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI, dua kebijakan lain yakni perluasan tax holiday dan kewajiban membawa kembali devisa hasil ekspor (DHE) dikonsultasikan kepada pelaku usaha.
"Ya kalau masalah interpretasi yang tidak jelas dari pemerintah saja sudah bermasalah, berarti hal sederhana kaya gitu aja kita enggak bisa address Kalau bisa apapun itu sebelum kebijakan baru keluar dikonsultasikan dulu melalui wadah bidang usahanya, Kadin atau Apindo diajak bicara dulu," tuturnya.
Editor: Rahmat Fiansyah