Perdagangan Pertanian dengan China, RI Surplus 2,265 Miliar Dolar AS
JAKARTA, iNews.id – Pasar China masih menjadi pasar potensial bagi produk pertanian Indonesia. Terbukti neraca perdagangan pertanian antara Indonesia-China pada tahun 2018 ini tercatat surplus senilai 2,265 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
“Surplusnya neraca perdagangan kita dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) membuktikan bahwa perdagangan kita masih unggul dibandingkan RRT dari segi pertanian. Jadi tidak benar kalau ada yang menyebutkan bahwa produk pertanian RRT membanjiri pasar kita. Justru sebaliknya, produk pertanian kita yang membanjiri pasar mereka,” kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/12/2018).
Pada tahun ini, nilai ekspor pertanian Indonesia ke China mencapai 4,025 miliar dolar AS, meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan transaksi ekspor tahun lalu senilai 2,058 miliar dolar AS. Lima produk pertanian yang menjadi andalan ekspor adalah kelapa sawit, karet, kelapa, produk hewan, dan kakao.
“Kelapa sawit masih menjadi andalan kita. Hingga saat ini, tercatat sebanyak 3,935 juta ton kelapa sawit kita yang diekspor ke RRT, dengan transaksi senilai 2,69 miliar dolar AS,” ujar Boga.
Ke depannya, Boga meyakini banyak peluang bagi Indonesia meningkatkan ekspor pertanian ke China. Sejumlah komoditas hortikultura dan perkebunan masih mengalami hambatan, seperti pengenaan bea masuk yang masih tinggi, serta standar sanitary and phytosanitary (SPS) yang sulit dipenuhi oleh petani Indonesia.
“Untuk itu perlu dilakukan technical cooperation dan harmonisasi antara kita dan pemerintah RRT sehingga petani kita bisa memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah RRT,” katanya.
Pembaruan Mutual of Understanding (MoU), menurut Boga sangat penting sebagai payung pengembangan kerja sama bidang pertanian kedua negara ke depan. Potensi pemanfaatan MoU bagi Indonesia adalah memobilisasi dukungan China bagi pengembangan sektor pertanian, khususnya dukungan penyediaan benih dan teknologi budi daya serta pasca panen untuk pengembangan komoditas bawang putih.
“Kita juga membutuhkan MoU yang dapat meningkatkan dukungan investasi, khususnya untuk infrastruktur fisik, seperti irigasi, alsintan, dan pengembangan sektor hilir, serta investasi untuk sektor perbenihan, perkebunan tebu, dan industri gula,” tutur Boga.
Editor: Ranto Rajagukguk