Rasio Pajak RI Disebut Masih Rendah, Begini Penjelasan Sri Mulyani
JAKARTA, iNews.id - Rasio pajak Indonesia pada akhir 2018 hanya 11,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu dinilai masih sangat rendah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, pemerintah masih memakai pakem tradisional dalam menghitung rasio pajak. Perhitungannya didasarkan pada penerimaan perpajakan yang terdiri dari pajak dan bea cukai.
"Di Indonsia selama ini memang hanya menggunakan rasio perpajakan saja, yakni penerimaan pajak dan bea cukai. Ini yang disebut rasio pajak dalam arti sempit," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Menurut dia, penggunaan pakem ini karena diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Hal ini berbeda dengan standar rasio pajak internasional yang memasukkan komponen lain yaitu pajak daerah dan jaminan sosial.
"Maka itu, kalau ditanya oleh dunia internasional, kenapa tax ratio kita kecil, saya menjelaskan, itu tax ratio dalam arti sempit," tutur dia.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, apabila pajak daerah dimasukkan, maka rasio pajak RI pada akhir tahun lalu bertambah sekitar 2 persen menjadi 13,4 persen.
Untuk mengubah pakem tersebut, perlu revisi terhadap UU KUP. Selain itu, konsolidasi keuangan daerah juga diperlukan bila ingin memasukkan pajak dalam rasio pajak, termasuk konsolidasi dengan BPJS sebagai jaminan sosial.
Pada tahun depan, pemerintah mengusulkan rasio pajak dalam arti sempit bisa meningkat di kisaran 11,8-12,4 persen dari PDB.
Editor: Rahmat Fiansyah