Sekjen Kemenperin Akui Industri Petrokimia Sumbang Defisit Neraca Dagang Terbesar
 
                 
                PADANG, iNews.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri petrokimia menjadi kontributor terbesar pada defisit neraca perdagangan Indonesia. Pasalnya, industri ini belum mandiri di mana bahan bakunya masih mengandalkan impor dari luar negeri.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, industri ini tercatat mengimpor bahan petrokimia sebesar 20 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp282,88 triliun setiap tahunnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat industri petrokimia di Indonesia sudah lengkap.
 
                                "Industri petrokimia yang menjadi pendorong defisit besar pada neraca perdagangan internasional kita karena banyak impor dari barang petrokimia," ujarnya di Hotel Mercure, Padang, Selasa (8/10/2019).
Angka tersebut menunjukkan bahan petrokimia dan kimia menjadi 30 persen dari total barang impor nasional. Hal ini sama besarnya dengan barang modal dan barang konsumsi yang masing-masing sebesar 30 persen.
Kendati demikian, sejak tahun 1998 industri petrokimia tidak mendapatkan investasi yang besar. Oleh karenanya, Kemenperin saat ini memprioritaskan industri petrokimia, misalnya dengan mendorong inovasi terhadap substitusi bahan kimia dari hulu.
"Ini kalau kita lakukan akan punya nilai tambah yang cukup besar sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Tanpa ini sulit bagi kita untuk kita capai," kata dia.
Selain itu, Kemenperin juga akan fokus mendorong investasi dalam sektor tersebut. Apalagi dengan adanya perkembangan industri 4.0 yang bisa mempercepat perkembangan industri dengan bantuan teknologi.
"Tanpa ini sulit bagi kita untuk kita capai, tentunya industri 4.0 memegang peranan penting, investasi yang baru yang kita promosikan kita harapkan aplikasikan 4.0 pada industri lainnya. Sehingga apabila diaplikasikan bisa meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri," tutur dia.
Editor: Ranto Rajagukguk