Sri Mulyani Sebut Indonesia Diuji, Fokus Covid-19 atau Bangun Pondasi Negara

JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melihat ada dua pilihan yang bisa dilakukan di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Kedua pilihan ini menentukan hasil yang akan dikerjakan. 

Pertama, menghadapi krisis tapi dengan saling menyalahkan. Kedua, menghadapi krisis dengan melihatnya sebagai sebuah kesempatan bagi negara untuk membangun. 

Baca Juga

Sektor Kimia, Farmasi, dan Tekstil Siap Jadi Penggerak Ekonomi 2026, Intip Kinerjanya di Tahun Ini

Tugas dari pemerintah adalah memformulasikan dengan cepat, langkah-langkah yang tepat untuk membangun negara. Hal ini bisa menjadi sebuah pondasi yang kuat bagi perekonomian negara. 

“Respons dari bangsa dalam menghadapi krisis adalah bisa kita terus menerus menyalahkan satu sama lain atau suatu negara melihat suatu krisis sebagai kesempatan untuk memformulasikan langkah-langkah yang tepat dan membangun negaranya untuk tidak bisa mengatasi krisis namun sambil terus membangun pondasi negara yang lebih kuat,” ujarnya dalam acara upacara Hari Oeang ke-74 secara virtual, Sabtu (31/10/2020). 

Baca Juga

Peringati Hari Oeang, Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Pernah Hancur akibat Perang

Menurut dia, pada masa inilah Indonesia benar-benar diuji. Pasalnya, di saat bersamaan, selain mengatasi Covid-19 Indonesia juga sedang fokus membangun pondasi negara ke depan. 

“Saat inilah Indonesia diuji dengan situasi yang sama dan kita harus yakin bahwa kita harus memfokuskan seluruh tenaga dan pikiran kita tidak hanya mengatasi krisis Covid-19 tapi juga terus membangun pondasi Indonesia ke depan,” katanya. 

Di sisi lain, jika hanya fokus dalam membangun pondasi, kasus positif Covid-19 akan terus bertambah. Pasalnya, selain krisis kesehatan, pandemi Covid-19 juga berdampak pada sosial ekonomi.

“Pandemi covid-19 tidak hanya masalah kesehatan. Tapi telah memakan korban jiwa dan juga berimplikasi pada sosial ekonomi. Indonesia sedang berjuang untuk keluar dari kondisi covid-19 seperti yang dihadapi 200 negara lain di dunia,” tuturnya. 

Editor: Ranto Rajagukguk