Sri Mulyani Ungkap Defisit APBN Indonesia Lebih Baik Ketimbang Malaysia dan India
JAKARTA, iNews.id - Pandemi Covid-19 memengaruhi perekonomian hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Melemahnya ekonomi ini akhirnya berdampak pada melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Defisit APBN pada 2020 lalu mencapai sebesar Rp956,3 triliun. Jumlah tersebut setara 6,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit ini jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara lainnya.
Contohnya saja saja India yang defisit APBN-nya mencapai 13 persen dan Filipina yang defisitnya mencapai 8,1 persen.
“Kalau kita lihat dibandingkan negara-negara kita yaitu dari ASEAN maupun negara G20, jumlah APBN kita relatif lebih kecil meskipun itu sudah meningkat di 6 persen. Kita bandingkan seperti India yang defisitnya sampai 13 persen, FIlipina 8,1 persen dan Malaysia di 6,5 persen,” ujarnya dalam acara Webinar Balitbang Kementerian Perhubungan, Rabu (3/3/2021).
Melebarnya defisit APBN tidak terlepas dari melemahnya ekonomi global termasuk Indonesia. Pasalnya, krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini memengaruhi aspek kehidupan masyarakat di seluruh dunia.
“Kita memahami seluruh dunia sangat dipengaruhi oleh Covid-19. Sudah satu tahun dunia menghadapi pandemi tersebut dan dampaknya begitu besar kepada sosial, ekonomi maupun kehidupan masyarakat,” katanya.
Pemerintah pun sangat fokus untuk menangani pandemi Covid-19. Berbagai kebijakan dilakukan secara cepat, fleksibel namun tetap transparan.
Salah satu instrumen fiskal yang melakukan fungsi kekuatan untuk mengcounter siklus turun akibat pandemi Covid-19 adalah APBN. Oleh sebab itu, pada 2020 lalu APBN harus mengalami defisit hingga mendekati angka 6,2 persen.
“Salah satu instrumen yang paling penting adalah APBN sebagai instrumen fiskal yang melakukan fungsi kekuatan untuk mengcounter siklus turun akibat shock covid-19. APBN harus dihadapkan defisit APBN yang semakin tinggi yaitu menjadi 6,1 persen dari PDB,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk