Survei OECD: Ekonomi Indonesia Tumbuh 4,9 Persen pada 2021
JAKARTA, iNews.id - Survei Ekonomi OECD Indonesia terbaru mengatakan pemulihan dari guncangan ekonomi yang disebabkan oleh Covid -19 akan terjadi secara bertahap. Hal ini bergantung pada evolusi situasi kesehatan, dengan risiko penurunan yang cukup besar.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría mengatakan, ketidakpastian akan membebani investasi dan pariwisata kemungkinan besar akan tetap tertekan untuk beberapa waktu. Dukungan untuk rumah tangga dan perusahaan harus terus berlanjut selama diperlukan.
Setelah itu upaya harus difokuskan pada membawa lebih banyak pekerja ke dalam perekonomian formal, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan iklim bisnis dan investasi.
“Indonesia sedang menghadapi tantangan terberatnya sejak krisis 1997. Dengan reformasi yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan energi dan bakat dari populasi mudanya dan membuat ekonomi bergerak maju lagi,” kata Angel di Jakarta, Kamis (18/3/2021).
Survei memproyeksikan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan pulih sebesar 4,9 persen pada 2021 dan 5,4 persen di 2022 setelah penurunan sebesar 2,1 persen pada 2020.
"Penurunan ini mewakili penurunan 7 poin persentase dari prospek pertumbuhan sebelum krisis tahun 2020 sebesar 5 persen, yang akan merugikan banyak pihak. pekerja informal yang tidak memiliki jaring pengaman sosial," ujarnya.
Sementara kerugian pendapatan akan membebani konsumsi untuk beberapa waktu. Peningkatan apa pun dalam perdagangan global akan membantu eksportir Indonesia dan kondisi bisnis yang lebih baik dari Omnibus Bill for Job Creation yang baru-baru ini disetujui dapat membantu memacu investasi dalam dan luar negeri.
Dia menuturkan, pandemi Covid-19 mempersingkat masa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yang telah menyebabkan PDB per kapita meningkat dari 19 persen dari rata-rata OECD pada 2001 menjadi 29 persen di 2019. Kontribusi Indonesia terhadap PDB ASEAN berlipat ganda selama periode yang sama dari 17 persen menjadi 35 persen. Penurunan saat ini dapat mendorong hingga 10 juta orang ke dalam kemiskinan, menambah 26 juta yang diklasifikasikan sebagai miskin ketika virus menyerang.
Editor: Ranto Rajagukguk