Tingkatkan Ekspor, Implementasi Making Indonesia 4.0 Didorong
JAKARTA, iNews.id - Industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai ekspor nasional. Oleh karena itu, pemerintah semakin menggenjot kinerja industri pengolahan nonmigas yang punya orientasi ekspor agar lebih produktif dan inovatif sehingga dapat mengisi pasar global secara luas.
“Kami masih mendorong implementasi roadmap Making Indonesia 4.0. Ini sudah menjadi komitmen Presiden Joko Widodo untuk terus meningkatkan kualitas ekspor produk Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (17/2/2019).
Menurut Menperin, revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan pada model bisnis baru di sektor manufaktur, yang dinilai mampu meningkatkan kinerja hingga 20-50 persen lebih baik dari sebelumnya. Hal ini karena melalui pemanfaatan teknologi digital secara terintegrasi.
“Jadi, tentunya penerapan industri 4.0 diyakini bisa memacu produktivitas dan kualitas secara efisien sehingga produk yang dihasilkan lebih inovatif dan kompetitif,” tuturnya.
Making Indonesia 4.0 menargetkan, bakal mengembalikan sumbangsih rasio ekspor netto terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 5-10 persen pada tahun 2030. Kenaikan signifikan ekspor netto ini akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
“Maka itu, perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi,” ujarnya.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian serius menjalankan kebijakan hilirisasi industri, yang juga mampu membawa efek berantai pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.
Pada 2019, pemerintah menargetkan ekspor nonmigas tumbuh 7,5 persen. Proyeksi tersebut mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,7 persen. Adapun tiga pasar ekspor utama, yakni Amerika Serikat, Jepang, dan China. Penetrasi pasar ekspor ke negara-negara nontradisional juga dilakukan, seperti ke Bangladesh, Turki, Selandia Baru, Myanmar dan Kanada.
“Meski demikian, diharapkan ada perbaikan ekonomi global, sehingga bisa mendorong ekspor nonmigas lebih tinggi lagi di tahun 2019,” tutur Airlangga.
Pemerintah juga menargetkan segera merampungkan sebanyak 12 perjanjian dagang baru pada tahun ini. Dalam upaya mengakselerasi peningkatan nilai ekspor nasional, strategi utama yang dilakukan pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mempermudah perizinan. Hal ini dapat menarik investasi untuk menjalankan hilirisasi industri sehingga dapat meningkatkan kapasitas sekaligus mensubstitusi produk impor.
Di samping itu, dilaksanakan penerapan online single submission (OSS), fasilitas insentif perpajakan, program vokasi, penyederhanaan prosedur untuk mengurangi biaya ekspor, dan pemilihan produk unggulan. “Jadi, industri bisa lebih berdaya saing sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan memperbaiki struktur perekonomian nasional,” katanya.
Editor: Ranto Rajagukguk