Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Presiden Suriah Ahmad Al Sharaa Ogah Berdamai dengan Israel, Ini Alasannya
Advertisement . Scroll to see content

Trump Bawa AS Masuk Kembali ke Perdagangan Bebas?

Sabtu, 27 Januari 2018 - 18:08:00 WIB
Trump Bawa AS Masuk Kembali ke Perdagangan Bebas?
Presiden AS Donald Trump (Foto: BBC)
Advertisement . Scroll to see content

WASHINGTON, iNews.id - Presiden Donald Trump mungkin telah menyadari kebijakan 'America First'-nya membuat Amerika Serikat (AS) sendirian dalam perdagangan. Namun, para analis skeptis bahwa tawaran terakhirnya untuk bergabung kembali dalam sebuah pakta perdagangan multilateral akan benar-benar ditindaklanjuti.

Trump pergi ke World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss dan menawarkan kemungkinan bahwa AS akan bergabung kembali dengan Trans-Pacific Partnership (TPP). Itu terjadi setahun setelah salah satu tindakan resminya yang pertama sebagai presiden untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut.

Tindakan tersebut diambil hanya beberapa hari setelah 11 negara anggota TPP yang tersisa setuju untuk melanjutkan kesepakatan tersebut dengan tidak adanya AS. "Keputusan untuk terus maju tanpa AS benar-benar dilakukan saat itu," kata Monica de Bolle dari Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional yang berbasis di Washington, seperti mengutip AFP, Sabtu (27/1/2018).

Tapi Trump juga dekat dengan berbagai pihak sehingga banyak yang bertanya-tanya apakah perkataannya soal TPP akan ditindaklanjuti. Dalam pidatonya pada hari Jumat di Davos, Trump mengatakan, AS akan mempertimbangkan untuk melakukan negosiasi dengan mitra TPP yang sebelumnya baik secara individu, atau mungkin sebagai sebuah kelompok.

Di Davos, isyarat, meski samar, disambut dengan baik oleh peserta World Economic Forum (WEF) yang mencintai pasar bebas, termasuk elite politik dan politikus dunia. TPP pada awalnya merupakan proyek yang dipimpin oleh AS, yang dengan sengaja mengecualikan saingan Washington, yakni China.

Perjanjian itu akan menyumbang 40 persen produk domestik bruto, salah satu indikator ekonomi terpenting. Trump mencampakkan kesepakatan tersebut dan akan menghukum pekerja AS jika mengizinkan perusahaan menyewa tenaga kerja yang lebih murah di luar negeri.

Tahun pertamanya di kantor telah ditandai oleh peningkatan besar dalam keluhan perdagangan terhadap berbagai negara, terutama China. "Dengan Presiden Trump dan kebijakan perdagangan, dunia telah belajar untuk 'menunggu dan melihat'. Kadang-kadang ada jurang yang besar antara kata-katanya suatu hari dan tindakan kebijakannya berikutnya," Chad Bown dari Peterson Institute mengatakan kepada AFP.

Gregory Daco dari Oxford Economics mengaku tidak yakin bahwa Trump akan melakukan 'a 180 on trade'. "Sebelum pergi ke Davos, dia mengambil sikap yang lebih proteksionis menerapkan tarif impor pada mesin cuci dari Korea Selatan dan panel surya dari China, dan ada sejumlah keputusan yang menjulang pada baja dan aluminium dari China," katanya.

Inti dari perubahan sikap itu mungkin hasil desakan dari komunitas bisnis yang mendapat keuntungan dari kesepakatan perdagangan bebas. Edward Alden, dari Dewan Hubungan Luar Negeri yang bermarkas di New York mengatakan kepada AFP bahwa Trump mendapat tekanan dari dunia bisnis untuk tidak menerapkan kebijakan perdagangan yang proteksionis radikal. "Trump jelas menerima pesan ini," kata Alden.

Masyarakat bisnis tentu telah menggenjot usahanya untuk meyakinkan pemerintah untuk melestarikan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Ada indikasi, Trump kembali menghancurkan kesepakatan perdagangan strategis itu.

Pejabat AS, Kanada dan Meksiko akan melanjutkan pembicaraan terakhir untuk menyelamatkan kesepakatan akhir pekan ini di Montreal. "Saya pikir ada kesadaran bahwa Anda tidak bisa hanya menjadi America First, dan Amerika saja, Anda harus menjadi Amerika dengan orang lain. Saya tidak percaya diri bahwa Trump akan menindaklanjuti penawaran TPP," ujar Daco.

Daco mengatakan, Trump yang kini kembali ke Washington akan memiliki masalah besar lainnya yang lebih rumit termasuk mencapai kesepakatan anggaran untuk mencegah penutupan operasional pemerintah, menaikkan batas utang federal, dan penyelidikan kemungkinan kolusi kampanye pemilu dengan Rusia.

"Di rumah Anda cenderung melupakan apa yang Anda katakan," Daco mencatat.

Editor: Ranto Rajagukguk

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut